Senin, 01 November 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PRESIDEN
REPUE3ili4. INDOtuESIFi
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2009
TENTANG
PELAYANAN PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga
negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan
publik yang merupakan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara
pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus
dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan
seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik;
c. bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dan
kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta
tenvujudnya tanggung jawab negara dan korporasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
diperlukan norma hukum yang memberi
pengaturan secara jelas;
d. bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai
dengan asas-asas umum pemerintahan dan
korporasi yang baik serta untuk memberi
perlindungan bagi setiap warga negara dan
penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan
pengaturan hukum yang mendukungnya;
e. bahwa . . .
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalanl huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Pelayanan Publik;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (I), Pasal 18A ayat (2), Pasal 20,
Pasal 27, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C,
Pasal 28D, Pasal 28H, Pasal 281 ayat (2)) dan
Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
RepubIik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 304 1) sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3890);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
ten tang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan Intentational Covenant on Economic,
Social, and Culturtzl Rights (Kovenan Internasional
tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 1 18, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4557);
5. Undang-Undang . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Civil and
Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-
Hak Sipil dan Politik) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);
6. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4899);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PELAYANAN PUBLIK.
BAB I
KM'ENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalarn Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
(1) Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan
bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan / atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
(2) Penyelenggara . .
PRESIBEN
REPUBLIK IIQDONESIA
(2) Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya
disebut Penyelenggara adalah setiap institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undangundang
untuk kegiatan pelayanan publik, dan
badan hukum lain yang dibentuk semata-mata
untuk kegiatan pelayanan publik.
(3) Atasan satuan kerja penyelenggara adalah
pimpinan satuan kerja yang membawahi secara
langsung satu atau lebih satuan kerja yang
melaksanakan pelayanan publik.
(4) Organisasi penyelenggara pelayanan publik yang
selanjutnya disebut Organisasi Penyelenggara
adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan
publik yang berada di lingkungan institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undangundang
untuk kegiatan pelayanan publik, dan
badan hukum lain yang dibentuk semata-mata
untuk kegiatan pelayanan publik.
(5) Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya
disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai,
petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam
organisasi penyelenggara yang bertugas
melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan
pelayanan publik.
(6) Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga
negara maupun penduduk sebagai orangperseorangan,
kelompok, maupun badan hukum
yang berkedudukan sebagai penerima manfaat
pelayanan publik, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
(7) Standar pelayanan adalah tolok ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan
sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur.
(8) Maklumat . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
(8) Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis
yang berisi keseluruhan rincian kewajiban dan janji
yang terdapat dalam standar pelayanan.
(9) Sistem informasi pelayanan publik yang
selanjutnya disebut Sistem Informasi adalah
rangkaian keglatan yang meliputi penyimpanan
dan pengelolaan informasi serta mekanisme
penyampaian informasi dari penyelenggara kepada
masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan,
tulisan Latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa
gambar, dan/ atau bahasa lokal, serta disajikan
secara manual ataupun elektronik.
( 10) Mediasi adalah penyelesaian sengketa pelayanan
publik antarpara pihak melalui bantuan, baik oleh
ombudsman sendiri maupun melalui mediator yang
dibentuk oleh ombudsman.
(1 1) Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa
pelayanan publik antarpara pihak yang diputus
oleh ombudsman.
(12 ) Menteri adalah ~nenteryi ang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara.
(1 3) Ombudsman adalah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh
badan usaha rnilik negara, badan usaha milik
daerah, dan badan hukum milik negara serta
badan swasta, rrlaupun perseorangan yang diberi
tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
BAB I1 . . .
PRESIDEN
REPUBL.IK IFJDONESIA
BAB I1
MAKSUD, TUJUAN, ASAS, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Maksud dan Tujuan
Undang-undang tentang pelayanan publik
dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum
dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara
dalarn pelayanan publik.
Tujuan undang-undang tentang pelayanan publik
adalah:
a. temjudnya batasan dan hubungan yang jelas
tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan
publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan dan korporasi yang baik;
c. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum
bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.
Bagian Kedua
Asas
Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan :
a. kepentingan umum;
b. kepastian . .
PRESIUEN
REPUBLIK INDONESIA
kepastian hukum;
kesamaan hak;
keseimbangan hak dan kewajiban;
keprofesionalan;
partisipatif;
persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif;
keterbukaan;
akuntabilitas;
fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok
rentan;
ketepatan waktu; dan
kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
(1) Ruang lingkup pelayanan publik meliputi
pelayanan barang publik dan jasa publik serta
pelayanan administratif yang diatur dalarn
peraturan perundang-undangan.
(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan
usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,
lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
energi, perbankan, perhubungan, sumber daya
alarn, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
(3) Pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pengadaan dm penyaluran barang publik yang
dilakukan oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah;
b. pengadaan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang
dilakukan olleh suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah atau badan
usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan,
tetapi keterscdiaannya menjadi misi negara yang
ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
Pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah;
b. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha
yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan;
dan
c. penyediaan jasa publik yang pembiayaannya
tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan/ atau
kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaannya menjadi misi negara yang
ditetapkan ddam peraturan perundangundangan.
(5) Pelayanan . . .
PRESlClEN
REPUBLlK INDONESIA
(5) Pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memenuhi skala kegiatan yang
didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu
yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam
kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan
sebagai penyelenggara pelayanan publik.
(6) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
(7) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. tindakan administratif pemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda warga
negara.
b. tindakan administratif oleh instansi
nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dan
diatur dalam peraturan perundang-undangan
serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan
penerima pelayanan
BAB I11
PEMBINA, ORGANISASI PENYELENGGARA, DAN
PENATAAN PELAYANAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Pembina dan Penanggung Jawab Pelayanan Publik
(1) Guna menjamin kelancaran penyelenggaraan
pelayanan pu blik diperlukan pem bina dan
penanggung jawab.
(2) Pembina . . .
PRESIDEN
REPUBLlK IhIDONESIP
(2) Pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. pimpinan lembaga negara, pimpinan
kementerian, pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian, pimpinan lembaga komisi
negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga
lainnya;
b. gubernur pada tingkat provinsi;
c. bupati pada tingkat kabupaten; dan
d. walikota pada tingkat kota.
(3) Pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempunyai tugas melakukan pembinaan,
pengawasan, dm evaluasi terhadap pelaksanaan
tugas dari penanggung jawab.
(4) Pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, kecuali pimpinan lembaga negara dan
pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis
yang dibentuk berdasarkan undang-undang, wajib
melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan
publik kepada Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat .
(5) Pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b wajib melaporkan hasil perkembangan
kinerja pelayanan publik masing-masing kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan
menteri.
(6) Pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c dan huruf d wajib melaporkan hasil
perkembangan kinerja pelayanan publik masingmasing
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
KabupatenIKota dan gubernur.
PRESIDEN
REPUBLIK IklDONESlA
( 1) Penanggung jawab adalah pimpinan
kesekretariatan lembaga sebagaimana dimaksud
dalarn Pasal 6 ixyat (2) atau pejabat yang ditunjuk
pembina.
(2) Penanggung jawab mempunyai tugas:
a. mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan
pelayanan publik sesuai dengan standar
pelayanan pada setiap satuan kerja;
b. melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan
publik; dan
c. melaporkan kepada pembina pelaksanaan
penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh
satuan kerja unit pelayanan publik.
(3) Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara bertugas:
a. merumuskan kebijakan nasional tentang
pelayanan publik;
b. memfasilitasi lembaga terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi antarpenyelenggara
yang tidak dapat diselesaikan dengan
mekanisme ymg ada; dan
c. melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelayanan publik.
(4) Menteri sebagairnana dimaksud pada ayat (3) wajib:
a. mengumumkan kebijakan nasional tentang
pelayanan publik, hasil pemantauan dan
evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi;
b . membuat peringkat kinerja penyelenggara
secara berkala; dan
c. memberikan penghargaan kepada penyelenggara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Bagian Kedua
Organisasi Penyelenggara
(1) Organisasi penyelenggara berkewajiban
rnenyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan
tujuan pembentukan.
(2) Penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana
dimaksud pada ayat ( I), sekurang-kurangnya
meliputi:
a. pelaksanaan pelayanan;
b. pengelolaan pengaduan masyarakat;
c. pengelolaan informasi;
d. pengawasan ~nternal;
e. penyuluhan kepada masyarakat; dan
f. pelayanan konsultasi.
(3) Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi
penyelenggara bertanggung jawab atas
ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan
penyelenggaraan pelayanan.
(1) Dalarn rangka mempermudah penyelenggaraan
berbagai bentuk pelayanan publik, dapat dilakukan
penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu.
(2) Pengaturan mengenai sistem pelayanan terpadu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam peraturan pemerin tah.
Bagian Ketiga . .
PRESIDEN
REPUBLIK. IFJDONES!A
Bagian Ketiga
Evaluasi dan Pengelolaan Pelaksana Pelayanan Publik
Pasal 10
(1) Penyelenggara berkewajiban melaksanakan
evaluasi terhadap kine rja pelaksana di lingkungan
organisasi secara berkala dan berkelanjutan.
(2) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (I), penyelenggara berkewajiban
melakukan upaya peningkatan kapasitas
pelaksana.
(3) Evaluasi terhadap kinerja pelaksana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan indikator
yang jelas dan terukur dengan memperhatikan
perbaikan prosedur danlatau penyempurnaan
organisasi sesuai dengan asas pelayanan publik
dan peraturan perundang-undangan .
Pasal 11
( 1) Penyelenggara berkewajiban melakukan
penyeleksian dan promosi pelaksana secara
transparan, tidak diskriminatif, dan adil sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelenggara wajib memberikan penghargaan
kepada pelaksana yang memiliki prestasi kerja.
(3) Penyelenggara wajib memberikan hukuman kepada
pelaksana yang melakukan pelanggaran ketentuan
internal penyelenggara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme
pemberian penghargaan dan hukuman ditentukan
oleh penyelenggara.
Bagian Keempat . . .
PRESIUEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14-
Bagian Keempat
Hubungan Antarpenyelenggara
Pasal 12
(1) Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pelayanan, dapat dilakukan kerja sama
antarpenyelenggara.
(2) Kerja sama antarpenyelenggara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan yang
berkaitan dengan teknis operasional pelayanan
dan/ atau pendukung pelayanan.
(3) Dalam ha1 penyelenggara yang memiliki lingkup
kewenangan dan tugas pelayanan publik tidak
dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan
sumber daya dan/atau dalam keadaan darurat,
penyelenggara dapat meminta bantuan kepada
penyelenggara lain yang mempunyai kapasitas
memadai.
(4) Dalarn keadaan darurat, permintaan penyelenggara
lain wajib dipenuhi oleh penyelenggara pemberi
bantuan sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi
penyelenggara yang bersangkutan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Ke ja Sama Penyelenggara dengan Pihak Lain
Pasal 13
(1) Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam
bentuk penyerahan se bagian tugas
penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak
lain dengan keten tuan:
a. perjanjian kerja sarna penyelenggaraan
pelayanan publik dituangkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan dalarn
pelaksanaannya didasarkan pada standar
pelayanan;
b. penyelenggara . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONES'A
b. penyelenggara berkewajiban menginfonnasikan
perjanjian kerja sama kepada masyarakat;
c. tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada
pada penerima kerja sama, sedangkan tanggung
jawab penyelenggaraan secara menyeluruh
berada pada penyelenggara;
d. informasi tcntang identitas pihak lain dan
identitas penyelenggara sebagai penanggung
jawab kegiatan harus dicantumkan oleh
penyelenggara pada tempat yang jelas dan
mudah diketahui masyarakat; dan
e. penyelenggara dan pihak lain wajib
mencantumkan alarnat tempat mengadu dan
sarana untuk menampung keluhan masyarakat
yang mudah diakses, antara lain telepon, pesan
layanan singkat (short message service (sms)),
laman (website), pos-el (e-mail), dan kotak
pengaduan.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib berbadan hukum Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak menambah beban bagi
masyarakat.
(4) Selain kerja sarna sebagaimana dimaksud pada
ayat (I), penyelenggara dapat melakukan kerja
sarna tertentu dengan pihak lain untuk
menyelenggarakan pelayanan publik.
(5) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak boleh lebih dari 14 (empat belas) hari dan
tidak boleh dilakukan pengulangan.
BAB IV . . .
PRESiClEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16-
BAB IV
HAK, KEW'AJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban bagi Penyelenggara
Pasal 14
Penyelenggara memiliki hak:
a. memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain
yang bukan tugasnya;
b. melakukan kerja sama;
c. mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan
pelayananan pu blik;
d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan
tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
e. menolak permin taan pelayanan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Penyelenggara berkewaj iban:
a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan
maklumat pelayanan;
c. menernpatkan pelaksana yang kompeten;
d. menyediakan sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas
pelayanan publik yang mendukung terciptanya
iklim pelayanan yang memadai;
e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai
dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;
f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar
pelayanan;
g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
h. memberikan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
h. memberikan pertanggungjawaban terhadap
pelayanan yang diselenggarakan;
i. membantu masyarakat dalam memaharni hak dan
tanggung jawabnya;
j . bertanggung jawab dalarn pengelolaan organisasi
penyelenggara pelayanan publik;
k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan
hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri
atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau
jabatan; dan
1. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi
untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu
tindakan hukum atas permintaan pejabat yang
berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban dan Larangan bagi Pelaksana
Pasal 16
Pelaksana berkewajiban:
a. melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan
penugasan yang diberikan oleh penyelenggara;
b. memberikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c. memenuhi panggilan untuk hadir atau
melaksanakan perintah suatu tindakan hukum
atas permintaan pejabat yang berwenang dari
lembaga negara atau instansi pemerintah yang
berhak, benvenwg, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
d. memberikan . . .
PRESICIEN
REPUBLIK INDONESIA
d. memberikan pertanggungjawaban apabila
mengundurkan diri atau melepaskan tanggung
jawab sesuai dengan peraturan perundangundangan;
dan
e. melakukan evaluasi dan membuat laporan
keuangan dan kinerja kepada penyelenggara secara
berkala.
Pasal 17
Pelaksana dilarang:
a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus
organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari
lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik
negara, dan badan usaha milik daerah;
b. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali
mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. menarnbah pelaksana tanpa persetujuan
penyelenggara;
d. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain
tanpa persetujuan penyelenggara; dan
e. melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban bagi Masyarakat
Pasal 18
Masyarakat berhak:
a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang
diajukan;
d. mendapat . . .
PRESIEIEN
REPUBL.IK IPJDONESIA
mendapat advokasi, perlindungan, dm/ atau
pemenuhan pelayanan;
memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara
untuk memper baiki pelayanan apabila pelayanan
yang diberikan tidak sesuai dengan standar
pelayanan;
memberitahukan kepada pelaksana untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang
diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
mengadukan pelaksana yang melakukan
penyimpangan standar pelayanan dan/ atau tidak
memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan
ombudsman;
mengadukan penyelenggara yang melakukan
penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak
memperbaiki pelayanan kepada pembina
penyelenggara dan ombudsman; dan
mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai
dengan asas dan tujuan pelayanan.
Pasal 19
Masyarakat berkewaji ban:
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana
dipersyaratkan ddam standar pelayanan;
b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana,
dm/ atau fasilitas pelayanan publik; dan
c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
BAB V . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONES!P
- 20 -
BAB V
PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
Bagian Kesatu
S tandar Pelayanan
(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun dan
menetapkan standar pelayanan dengan
memperhatikan kemampuan penyelenggara,
kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan.
(2) Dalarn menyusun dan menetapkan standar
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat ( I),
penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat
dan pihak terkmt.
(3) Penyelenggara berkewajiban menerapkan standar
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pengikutsertaan masyarakat dan pihak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan prinsip tidak diskriminatif, terkait langsung
dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan
rnengutamakan musyawarah, serta memperhatikan
ke beragaman.
(5) Penyusunan standar pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
dengan pedoman tertentu yang diatur lebih lanjut
dalam peraturan pemerintah.
Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya
meliputi:
a. dasar hukum;
b. persyaratan;
c. sistem, . . .
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
sistem, mekanisme, dan prosedur;
jangka waktu penyelesaian;
biaya/ tarif;
produk pelayanan;
sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas;
kompetensi pelaksana;
pengawasan internal;
penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
jumlah pelaksana;
jaminan pelayanan yang memberikan kepastian
pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan;
jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan
dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa
aman, bebas dari bahaya, dan risiko keraguraguan;
dan
n. evaluasi kinerja pelaksana.
Bagian Kedua
Maklumat Pelayanan
(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun dan
menetapkan maklumat pelayanan yang merupakan
pernyataan kesanggupan penyelenggara dalam
melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar
pelayanan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal2 1.
(2) Maklumat pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dipublikasikan secara jelas dan luas.
Bagian Ketiga . . .
PRESlDEN
REPUBLIK INDONESIA
Bagian Ke tiga
Sistem Informasi Pelayanan Publik
(1) Dalam rangka memberikan dukungan informasi
terhadap penyelenggaraan pelayanan publik perlu
diselenggarakan sistem informasi yang bersifat
nasional.
(2) Menteri mengelola sistem informasi yang bersifat
nasional.
(3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berisi semua informasi pelayanan publik yang
berasal dari penyelenggara pada setiap tingkatan.
(4) Penyelenggara berkewajiban mengelola sistem
informasi yang terdiri atas sistem informasi
elektronik atau nonelektronik, sekurang- kurangnya
meliputi:
a. profil penyelenggara ;
b. profil pelaksana;
c. standar pelayanan;
d. maklumat pelayanan;
e . pengelolaan pengaduan; dan
f. penilaian kinerj a
(5) Penyelenggara berkewajiban menyediakan
informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
kepada masyarakat secara terbuka dan mudah
diakses.
Dokumen, akta, dan sejenisnya yang berupa produk
elektronik atau nonelektronik dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dinyatakan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Bagian Keempat
Pengelolaan Sarana, Prasarana, dan/atau Fasilitas
Pelayanan Publik
(1) Penyelenggara dan pelaksana berkewajiban
mengelola sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas
pelayanan publik secara efektif, efisien, transparan,
akuntabel, dan berkesinambungan serta
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan
dan/ atau penggantian sarana, prasarana,
dan/atau fasilntas pelayanan publik.
(2) Pelaksana wajib memberikan laporan kepada
penyelenggara mengenai kondisi dan kebutuhan
sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan
publik serta pelaksana sesuai dengan tuntutan
kebutuhan standar pelayanan.
(3) Atas laporan kondisi dan kebutuhan sebagaimana
dimaksud padi2 ayat (2), penyelenggara melakukan
analisis dan nienyusun daftar kebutuhan sarana,
prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik dan
pelaksana.
(4) Atas analisis tian daftar kebutuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), penyelenggara melakukan
pengadaan sesuai dengan peraturan perundangundangan
dengan mempertimbangkan prinsip
efektivitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas,
dan berkesinambungan.
Penyelenggara dilarang memberikan izin dan/atau
membiarkan pihak lain menggunakan sarana,
prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang
mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan publik tidak berfungsi atau tidak sesuai
dengan peruntukan~lya.
(1) Saham penyelenggara yang berbentuk badan usaha
milik negara dan badan usaha milik daerah yang
berkaitan dengan pelayanan publik dilarang
dipindahtangankan dalam keadaan apa pun, baik
langsung maupun tidak langsung melalui
penjualan, penjaminan atau hal-ha1 yang
mengakibatkan beralihnya kekuasaan menjalankan
korporasi atau hilangnya hak-hak yang menjadi
milik korporasi sebagaimana diatur dalam
peraturan penindang-undangan.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan batal demi hukum.
(1) Penyelenggara yang bermaksud melakukan
perbaikan sarana, prasarana, danlatau fasilitas
pelayanan publik wajib mengumumkan dan
mencantumka~l batas waktu penyelesaian
pekerjaan secara jelas dan terbuka.
(2) Perbaikan sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas
pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilarang mengakibatkan terhentinya kegiatan
pelayanan publik.
(3) Pengumuman oleh penyelenggara harus dilakukan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender
sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai dengan
memasang tanda yang memuat nama kegiatan,
nama dan alarnat penanggung jawab, waktu
kegiatan, alamat pengaduan berupa nomor telepon,
nomor tujuan pesan layanan singkat (short
message service (sms)), laman (website), pos-el
(email), dan kotak pengaduan.
(4) Penyelenggara . . .
PRESlDEN
REPUBLIK INDONESIA
(4) Penyelenggara dan pelaksana yang tidak
melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dinyatakan telah melakukan kelalaian.
Bagian Kelima
.Pelayanan Khusus
( 1) Penyelenggara berkewaj iban memberikan
pelayanan dengan perlakuan khusus kepada
anggota masyarakat tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan
publik dengan perlakuan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang digunakan oleh
orang yang tidak berhak.
(1) Penyelenggara dapat menyediakan pelayanan
berjenjang sec:ara transparan, akuntabel, dan
sesuai dengan standar pelayanan serta peraturan
perundang-undangan.
(2) Pelayanan berjenjang sebagaimana dimaksud pada
ayat (I), hams mematuhi ketentuan tentang
proporsi akses dan pelayanan kepada kelompok
masyarakat berdasarkan asas persamaan
perlakuan, keterbukaan, serta keterjangkauan
masyarakat .
(3) Ketentuan mengenai proporsi akses dan kategori
kelompok masyiuakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur lebih lanjut dalam peraturan
pemerintah.
Bagian Keenarn . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Bagian Keenam
Biaya./Tarif Pelayanan Publik
(1) Biaya/tarif pelayanan publik pada dasarnya
merupakan tanggung jawab negara dan/ atau
masyarakat.
(2) Biaya/tarif pelayanan publik yang merupakan
tanggung jawab negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebankan kepada negara apabila
diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Biaya/ tarif pelayanan publik selain yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
sebagaimana tiimaksud pada ayat (2) dibebankan
kepada penerirna pelayanan publik.
(4) Penentuan biaya/ tarif pelayanan publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Penvakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Dewan Penvakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dan berdasarkim peraturan perundang-undangan,
( 1) Penyelenggara berhak mendapatkan alokasi
anggaran sesuai dengan tingkat kebutuhan
pelayanan.
(2) Selain alokasi anggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (I), penyelenggara dapat memperoleh
anggaran dari pendapatan hasil pelayanan publik.
PRESIDEN
REPUBLli-'\ IrdDONESIA
(1) Dalam ha1 penyelenggaraan pelayanan publik
dilakukan oleh institusi penyelenggara negara dan
lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undang-undang, negara wajib mengalokasikan
anggaran yang memadai melalui anggaran
pendapatan dan belanja negara atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
(2) Korporasi danlatau badan hukum yang
menyelenggarakan pelayanan publik wajib
mengalokasikan anggaran yang memadai secara
proporsional urltuk peningkatan kualitas pelayanan
publik.
(3) Penyelenggara dilarang membiayai kegiatan lain
dengan menggunakan alokasi anggaran yang
diperuntukkan pelayanan publik.
Bagian Ketujuh
Perilaku Pelaksana dalam Pelayanan
Pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik
harus berperilaku sebagai berikut:
a. adil dan tidak diskriminatif;
b. cermat;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang
berlarut-larut;
e. profesional;
f. tidak mempersulit;
g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan
integritas institusi penyelenggara;
i. tidak . . .
PRESICIEN
REPURL-!K INDONESIA
- 28 -
i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang
wajib dirahasrakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk
menghindari benturan kepentingan;
k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana
serta fasilitas pelayanan publik;
1. tidak memberikan informasi yang salah atau
menyesatkan dalam menanggapi permintaan
informasi serta proaktif dalam memenuhi
kepentingan masyarakat;
m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan,
dan/atau kewe~langany ang dimiliki;
n. sesuai dengan kepantasan; dan
o. tidak menyimpang dari prosedur.
Bagian Kedelapan
Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik
(1) Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik
dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas
eksternal.
(2) Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan
publik dilakukan melalui:
a. pengawasan oleh atasan langsung sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
b. pengawasarl oleh pengawas fungsional sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
(3) Pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan
publik dilakukan melalui:
a. pengawasarl oleh masyarakat berupa laporan
atau pengaduan masyarakat dalarn
penyelenggaraan pelayanan publik;
b. pengawasan . . .
PRESIDEN
REPUBL.IK INDONESIA
b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
c. pengawasan oleh Dewan Penvakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Dewan Penvakilan Rakyat Daerah
Kabupaten / Kota.
Bagian Kesembilan
Pen.gelolaan Pengaduan
(1) Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana
pengaduan dan menugaskan pelaksana yang
kompeten dalam pengelolaan pengaduan .
(2) Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan
yang berasal dari penerima pelayanan,
rekomendasi ombudsman, Dewan Penvakilan
Rakyat, Dewan Penvakilan Rakyat Daerah Provinsi,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu.
(3) Penyelenggara 'berkewajiban menindaklanjuti hasil
pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Penyelenggara berkewajiban mengumumkan nama
dan alamat penanggung jawab pengelola
pengaduan serta sarana pengaduan yang
disediakan .
(1) Penyelenggara berkewajiban menyusun mekanisme
pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan
dengan mengedepankan asas penyelesaian yang
cepat dan tuntas.
(2) Materi . . .
PRESIDEN
REPUBLIK IPJDONESIA
(2) Materi dan niekanisme pengelolaan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut oleh penyelenggara.
(3) Materi pengelolaan pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
meliputi:
a. identitas pengadu;
b. prosedur pengelolaan pengaduan;
c. penentuan pelaksana yang mengelola
pengaduan;
d. prioritas penyelesaian pengaduan;
e. pelaporan proses dan hasil pengelolaan
pengaduan kepada atasan pelaksana;
f. rekomendasi pengelolaan pengaduan;
g. penyampaian hasil pengelolaan pengaduan
kepada pihak terkait;
h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan
pengaduan.;
i. dokumentasi dan statistik pengelolaan
pengaduan ; dan
j . pencanturnan nama dan alamat penanggung
jawab serta sarana pengaduan yang mudah
diakses.
Bagian Kesepuluh
Penilaian Kinerj a
(1) Penyelenggara berkewajiban melakukan penilaian
kinerja penyelenggaraan pelayanan publik secara
berkala.
(2) Penilaian kinerja se bagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan menggunakan indikator
kinerja berdasal-kan standar pelayanan.
BAB VI . . .
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
(1) Peran serta nlasyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dimulai sejak penyusunan
standar pelayanan sarnpai dengan evaluasi dan
pemberian penghargaan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk kerja
sama, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat,
serta peran aktif dalam penyusunan kebijakan
pelayanan publik.
(3) Masyarakat dapat membentuk lembaga
pengawasan pelayanan publik.
(4) Tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik diatur lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah.
BAB VII
PENYELESAIAN PENGADUAN
Bagian Kesatu
Pengaduan
(1) Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan
pelayanan publik kepada penyelenggara,
ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan
Perwakilan Ralcyat Daerah Kabupaten/ Kota.
(2) Masyarakat yang melakukan pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijamin hakhaknya
oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Pengaduan . . .
PRESIDEN
REPU6L.IK IPdDONESIA
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap:
a. penyelenggara yang tidak melaksanakan
kewajiban dan/atau melanggar larangan; dan
b. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan.
(1) Atasan satuarl kerja penyelenggara benvenang
menjatuhkan sanksi kepada satuan kerja
penyelenggara yang tidak memenuhi kewajiban
dan/ atau melanggar larangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal40 ayat (3) huruf a.
(2) Atasan pelaksana menjatuhkan sanksi kepada
pelaksana yang melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3)
huruf b.
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan aduan
masyarakat dm/atau berdasarkan kewenangan
yang dimiliki atasan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(1) Pengaduan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 40
diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau
oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk
mewakilinya.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
pengadu menerima pelayanan.
(3) Pengaduan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK II'JDONESIA
(3) Pengaduan disampaikan secara tertulis memuat:
a. nama dan alamat lengkap;
b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan dan uraian kerugian
materiel atau immateriel yang diderita;
c. permintaarl penyelesaian yang diajukan; dan
d. tempat, waktu penyampaian, dan tanda
tangan.
(4) Pengadu dapat memasukkan tuntutan ganti rugi
dalam surat pengaduannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(5) Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas
pengadu dapat dirahasiakan.
(1) Pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal42
ayat (3) dapat disertai dengan bukti-bukti sebagai
pendukung pengaduannya.
(2) Dalam ha1 pengadu membutuhkan dokumen
terkait dengan pengaduannya dari penyelenggara
dan/atau pelaksana untuk mendukung
pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (I),
penyelenggara dan/atau pelaksana wajib
memberikannya.
(1) Penyelenggara dan/ atau ombudsman wajib
memberikan tarlda terima pengaduan.
(2) Tanda terima pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pengadu secara lengkap;
b. uraian pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan;
c. tempat . . .
PRESIDEN
REPUBLIK. INDONESIA
c. tempat dan waktu penerimaan pengaduan;
dan
d. tanda tangan serta nama pejabatlpegawai
yang menerima pengaduan.
(3) Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib
menanggapi pengaduan masyarakat paling larnbat
14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima
yang sekurang-kurangnya berisi informasi lengkap
atau tidak lengkapnya materi aduan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal42 ayat (3).
(4) Dalarn ha1 materi aduan tidak lengkap, pengadu
melengkapi mtiteri aduannya selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima
tanggapan dari penyelenggara atau ombudsman
sebagaimana diinformasikan oleh pihak
penyelenggara dan / atau ombudsman.
(5) Dalam ha1 berkas pengaduan tidak dilengkapi
dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pengadu dianggap mencabut pengaduannya.
(1) Pengaduan terhadap pelaksana ditujukan kepada
atasan pelaksana.
(2) Pengaduan terhadap penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalm Pasal5 ayat (3) huruf a dan huruf
b, ayat (4) huruf a dan huruf b, serta ayat (7) huruf
a ditujukan kepada atasan satuan kerja
penyelenggara.
(3) Pengaduan terhadap penyelenggara yang berbentuk
korporasi dan lembaga independen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c, ayat (4)
huruf c, dan ayat (7) huruf b ditujukan kepada
pejabat yang bertanggung jawab pada instansi
pemerintah yang memberikan misi atau
penugasan.
Bagian Kedua . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Bagian Kedua
Penyelesaiarl Pengaduan oleh Ombudsman
(1) Ombudsman wajib menerima dan benvenang
memproses pengaduan dari masyarakat mengenai
penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan
undang-undang ini.
(2) Ombudsman wajib menyelesaikan pengaduan
masyarakat apabila pengadu menghendaki
penyelesaian pengaduan tidak dilakukan oleh
penyelenggara.
(3) Ombudsman wajib membentuk perwakilan di
daerah yang bersifat hierarkis untuk mendukung
tugas dan fungsi ombudsman dalarn kegiatan
pelayanan publik.
(4) Pembentukan perwakilan ombudsman di daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
paling lambat 3 (tiga) tahun sejak undang-undang
ini diundangkan.
(5) Ombudsman wajib melakukan mediasi dan
konsiliasi dalarn menyelesaikan pengaduan atas
permintaan para pihak.
(6) Penyelesaian pongaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan oleh perwakilan
ombudsman di daerah.
(7) Mekanisme dan tata cara penyelesaian pengaduan
oleh ombudsman diatur lebih lanjut dalam
peraturan ombutisman.
Bagian Ketiga . . .
PRESIDEN
REPUBL..IK INDONESIA
Bagian Ketiga
Penyelesaian Pengaduan oleh Penyelenggara
Pelayanan Publik
(1) Penyelenggara wajib memeriksa pengaduan dari
masyarakat rnengenai pelayanan publik yang
diselenggarakannya.
(2) Proses pemeriksaan untuk memberikan tanggapan
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku bagi penyelenggara.
(1) Dalam memeriksa materi pengaduan,
penyelenggara wajib berpedoman pada prinsip
independen, nondiskriminasi, tidak memihak, dan
tidak memungut biaya.
(2) Penyelenggara wajib menerima dan merespons
pengaduan.
(3) Dalam ha1 pengadu keberatan dipertemukan
dengan pihak teradu karena alasan tertentu yang
dapat mengancam atau merugikan kepentingan
pengadu, dengar pendapat dapat dilakukan secara
terpisah.
(4) Dalam ha1 pengadu menuntut ganti rugi, pihak
pengadu menguraikan kerugian yang ditimbulkan
akibat pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan.
(1) Dalam melakukan pemeriksaan materi aduan,
penyelenggara wajib menjaga kerahasiaan.
(2) Kewajiban . . .
- 37 -
(2) Kewajiban nienjaga kerahasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak gugur setelah
pimpinan penyelenggara berhenti atau
diberhentikan dari jabatannya.
(1) Penyelenggara wajib memutuskan hasil
pemeriksaan pengaduan paling lambat 60 (enam
puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan
lengkap.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak diputuskan.
(3) Dalam ha1 pengadu menuntut ganti rugi,
keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat jumlah ganti rugi dan batas waktu
pembayarannya .
(4) Penyelenggara wajib menyediakan anggaran guna
membayar gantj rugi.
(5) Dalam ha1 penyelesaian ganti rugi, ombudsman
dapat melakukan mediasi, konsiliasi, dan ajudikasi
khusus.
(6) Ajudikasi khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) dilaksarlakan paling lambat 5 (lima) tahun
sejak undang-undang ini diundangkan.
(7) Dalam melaksanakan ajudikasi khusus
se bagaimana dirnaksud pada ayat (5), mekanisme
dan tata caranya diatur lebih lanjut oleh peraturan
ombudsman.
(8) Mekanisme dan ketentuan pembayaran ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5)
diatur lebih lanjut dalam peraturan presiden.
(9) Penyelenggara . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 38 -
(9) Penyelenggara berkewajiban memberikan ternbusan
keputusan kepada pengadu mengenai penyelesaian
perkara yang diadukan.
Bagian Keempat
Pelanggaran Hukum dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik
Masyarakat dapat menggugat penyelenggara atau
pelaksana melalui peradilan tata usaha negara apabila
pelayanan yang diberikan menimbulkan kerugian di
bidang tata usaha negara.
(1) Dalam ha1 penyelenggara melakukan perbuatan
melawan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan
publik sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini, masyarakat dapat mengajukan gugatan
terhadap penyelenggara ke pengadilan.
(2) Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menghapus kewajiban penyelenggara untuk
melaksanakan keputusan ombudsman dan/ atau
penyelenggara.
(3) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(1) Dalarn ha1 penyelenggara diduga melakukan tindak
pidana dalam penyelenggaraan pelayanan publik
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini,
masyarakat dapat melaporkan penyelenggara
kepada pihak berwenang.
(2) Laporan . . .
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menghapus kewajiban penyelenggara untuk
melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau
penyelenggara.
BAB VIII
KETENTUAN SANKSI
(1) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 15 huruf g, danPasal 17
huruf e dikenai sanksi teguran tertulis.
(2) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 10
ayat (1) dan aya.t (2), Pasal 13 ayat (1) huruf b dan
huruf e, Pasal 15 huruf e dan huruf f, Pasal 16
huruf a, Pasal 17 huruf b dan huruf c, Pasal 25
ayat (2), Pasal 29 ayat (2), Pasal 44 ayat (I), Pasal
47 ayat (I), Pasal 48 ayat (I), dan Pasal 50 ayat (9)
dikenai sanksi t.eguran tertulis, dan apabila dalam
waktu 3 (tiga) bulan tidak melaksanakan ketentuan
dimaksud dikenai sanksi pembebasan dari jabatan.
(3) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (2) dikenai sanksi teguran tertulis, dan apabila
dalam waktu 1 (satu) tahun tidak melaksanakan
ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan
dari jabatan.
(4) Penyelenggara . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
(4) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (1)
dan ayat (4) dikenai sanksi teguran tertulis, dan
apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan atau dalam
masa pelaksanaan pekerjaan tidak melaksanakan
ketentuan dimaksud dikenai sanksi pembebasan
dari jabatan.
(5) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i, Pasal 23
ayat (4) dan ayat (5), Pasal 25 ayat (I), Pasal 28
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat (I), Pasal 36
ayat (2), Pasal :37 ayat (I), Pasal 43 ayat (2), Pasal
44 ayat (3), dan Pasal 50 ayat (2) dikenai sanksi
penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji
berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.
(6) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
ayat (1) dikenai sanksi penurunan pangkat pada
pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling
lama 1 (satu) tahun.
(7) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 1
ayat (I), Pasal 15 huruf b, huruf e, huruf j, huruf k,
dan huruf 1, Pasal 16 huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, Pasal 17 huruf a dan huruf d, Pasal 20
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 22, Pasal 28 ayat (4),
Pasal 33 ayat (I), Pasal 36 ayat (3), Pasal 48 ayat
(2), serta Pasal 50 ayat (1) dan ayat (4) dikenai
sanksi pembebasan dari jabatan.
(8) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 15
huruf a, Pasal 20 ayat (I), Pasal 26, dan Pasal 33
ayat (3) dikenai sanksi pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri.
(9) Penyelenggara . . .
(9) Penyelenggara atau pelaksana yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1) dan Pasal 49 ayat (1) dikenai sanksi
pemberhentian tidak dengan hormat.
( 1 0) Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf c yang
melanggar ketentuan Pasal 15 huruf a, Pasal 26,
Pasal 33 ayat (3), dan Pasal 36 ayat (3) dikenai
sanksi pembekuan misi dan/atau izin yang
diterbitkan oleh instansi pemerintah.
(11) Penyelenggara yang dikenai sanksi sebagaimana
dimaksud pads ayat (lo), apabila dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan tidak melakukan
perbaikan kinerja dikenai sanksi pencabutan izin
yang diterbitkan oleh instansi pemerintah.
(1) Penyelenggara atau pelaksana yang tidak
melakukan kt:waj iban se bagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (I), Pasal 28 ayat (1) dan ayat
(4), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) dan atas
perbuatan tersebut mengakibatkan timbulnya luka,
cacat tetap, atau hilangnya nyawa bagi pihak lain
dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak membebaskan dirinya
membayar ganti rugi bagi korban.
(3) Besaran ganti rugi bagi korban ditetapkan
berdasarkan pu tusan pengadilan.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
(1) Penyelenggara atau pelaksana yang tidak
melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (I), Pasal 28 ayat (1) dan ayat
(4), dan atas perbuatan tersebut mengakibatkan
kerugian negara dikenai denda.
(2) Besaran denda ditetapkan berdasarkan putusan
pengadilan .
(1) Sanksi bagi penyelenggara sebagaimana dimaksud
dalarn Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 dikenakan
kepada pimpinan penyelenggara.
(2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh atasan penyelenggara yang
bertanggung jawab atas kegiatan pelayanan publik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara
sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (3) yang
menimbulkan kerugian wajib dibayar oleh
penyelenggara setelah dibuktikan nilai kerugiannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pimpinan penyelenggara dan/ atau pelaksana yang
dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54,
Pasal 55, dan Pasal 56 dapat dilanjutkan pemrosesan
perkara ke lembaga peradilan umum apabila
penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum
dan/ atau penyelenggara melakukan tindak pidana.
BAB IX . . .
PRESI[3EN
REPUBL.IK INDONESIA
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan atau ketentuan mengenai penyelenggaraan
pelayanan publik wajib disesuaikan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini paling lambat 2 (dua) tahun.
BAB X
KE'TENTUAN PENUTUP
(1) Peraturan penlerintah mengenai ruang lingkup
pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (6) harus ditetapkan paling lambat 6
(enam) bulan sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
(2) Peraturan pernerintah mengenai sistem pelayanan
terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) harus ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan
sejak Undang-LJndang ini diundangkan.
(3) Peraturan pemerintah mengenai pedoman
penyusunan standar pelayanan sebagaimana
dimaksud dalarn Pasal 20 ayat (5) hams ditetapkan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
(4) Penyelenggara . . .
PRESIDEN
REPUBLIK IbJDONESlA
(4) Penyelenggara harus menyusun, menetapkan, dan
menerapkan standar pelayanan paling lambat 6
(enam) bulan setelah peraturan pemerintah
mengenai pedoman penyusunan standar pelayanan
diundangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Peraturan pemerintah mengenai proporsi akses dan
kategori kelornpok masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) hams ditetapkan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
(6) Peraturan pemerintah mengenai tata cara
pengikutsertaarl masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana
dimaksud dalarn Pasal 39 ayat (4) hams ditetapkan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
(7) Peraturan presiden mengenai mekanisme dan
ketentuan pemberian ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalm Pasal 50 ayat (8) harus ditetapkan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
Kewajiban negara menanggung beban pelayanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) harus
dipenuhi selambat-lambatnya dimulai tahun anggaran
2011.
Pasal 62
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .
PRESICIEN
REPUBLIK INDONESIA
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalarn Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AND1 MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 112
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan -
Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 2009
TENTANG
PELAYANAN PUBLIK
UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik
Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung
makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga
negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung
terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam
rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara
atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.
Dewasa ini penyelenggs~raan pelayanan publik masih
dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan
perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk
menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta
dampak berbagai masalah pembimgunan yang kompleks. Sementara
itu, tatanan baru masyarakat Irldonesia dihadapkan pada harapan
dan tantangan global yang diplcu oleh kemajuan di bidang ilmu
pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan
perdagangan.
Kondisi dan perubahan cepat yang diikuti pergeseran nilai
tersebut perlu disikapi secara bijak melalui langkah kegiatan yang
terus-menerus dan berkesinambungan dalarn berbagai aspek
pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna
mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan
konsepsi . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 ..
konsepsi sistem pelayanan publik yang berisi nilai, persepsi, dan
acuan perilaku yang mampu ~newujudkan hak asasi manusia
sebagaimana diamanatkan Undar~g-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dapat diterapkan sehingga masyarakat
memperoleh pelayanan sesuai deligan harapan dan cita-cita tujuan
nasional. Dengan mempertimbangltan ha1 di atas, diperlukan undangundang
tentang pelayanan publik.
Undang-Undang ini diharapkan dapat memberi kejelasan dan
pengaturan mengenai pelayanan publik, antara lain meliputi:
a. pengertian dan batasan penyelenggaraan pelayanan publik;
b. asas, tujuan, dan ruang lingkup penyelenggaraan pelayanan
publik;
c. pembinaan dan penataan pelayanan publik;
d. hak, kewajiban, dan larangan bagi seluruh pihak yang terkait
dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
e. aspek penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputi standar
pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi, sarana dan
prasarana, biaya/ tarif pelayanan, pengelolaan pengaduan, dan
penilaian kinerja;
f. peran serta masyarakat;
g. penyelesaian pengaduan dalarn penyelenggaraan pelayanan; dan
h. sanksi.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal2
Cukup jelas.
Pasal3
Huruf a
Pemberian pelayanan publik tidak boleh menyimpang dari
peraturan perundang-umdangan.
Huruf b . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Huruf b
Cukup j elas.
Huruf c
Cukup j elas.
Huruf d
Cukup j elas.
Pasal4
Huruf a
Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan
kepentingan pribadi dan/'atau golongan.
Huruf b
Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam
penyelenggaraan pelayanan.
Huruf c
Pemberian pelayanan ticiak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi.
Huruf d
Pemenuhan hak hams sebanding dengan kewajiban yang
harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima
pelayanan.
Huruf e
Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai
dengan bidang tugas.
Huruf f
Peningkatan peran sertzt masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan
harapan masyarakat.
Huruf g . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Huruf g
Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang
adil.
Huruf h
Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses
dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang
diinginkan .
Huruf i
Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat
dipertanggungjawabkan :sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Huruf j
Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga
tercipta keadilan dalam pelayanan.
Huruf k
Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu
sesuai dengan standar pelayanan.
Huruf 1
Setiap jenis pelayanan tlilakukan secara cepat, mudah, dan
terjangkau.
Pasal5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 .-
Ayat (3)
Huruf a
Barang publik yang disediakan oleh instansi pemerintah
dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja
negara danlatau anggaran pendapatan dan belanja
daerah ditujukan un.tuk mendukung program dan tugas
instansi tersebut, se1oagai contoh:
1. penyediaan objat untuk flu burung yang
pengadaannya nlenggunakan anggaran pendapatan
dan belanja nega.ra di Departemen Kesehatan;
2. kapal penumpang yang dikelola oleh PT (Persero)
PELNI untuk memperlancar pelayanan perhubungan
antar pulau yang pengadaannya menggunakan
anggaran pendapatan dan belanja negara di
Departemen Perhubungan; dan
3. penyediaan infrastruktur transportasi perkotaan
yang pengadaannya menggunakan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Huruf b
Barang publik yang ketersediaannya merupakan hasil
dari kegiatan badan usaha milik negara dm/ atau badan
usaha milik daerah yang mendapat pelimpahan tugas
untuk menyelenggarakan pelayanan publik (public
service obligation), sebagai contoh:
1. listrik hasil pengelolaan PT (Persero) PLN; dan
2. air bersih hasil pengelolaan perusahaan daerah air
minum.
Huruf c
Misi negara adalah kebijakan untuk mengatasi
permasalahan tertentu, kegiatan tertentu, atau
mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan
kepentingan dan manfaat orang banyak, sebagai contoh:
1. kebijakan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
1. kebijakan menugaskan PT (Persero) Pertarnina ddam
menyalurkan bahan bakar minyak jenis premium
dengan harga yang sama untuk eceran di seluruh
Indonesia;
2. kebijakan memberikan subsidi agar harga pupuk
dijual lebih rnurah guna mendorong petani
berproduksi;
3. kebijakan memtlerantas atau mengurangi penyakit
gondok yang dilakukan melalui pemberian yodium
pada setiap garam (di luar garam industri);
4. kebijakan menjamin harga jual gabah di tingkat
petani melalui penetapan harga pembelian gabah
yang dibeli oleh :Perurn Badan Usaha Logistik;
5, kebijakan pengamanan cadangan pangan melalui
pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan
cadangan dan 'distribusi pangan kepada golongan
masyarakat tertentu; dan
6. kebijakan pengadaan tabung gas tiga kilo gram
untuk kelompol.; masyarakat tertentu dalam rangka
konversi minyak tanah ke gas.
Ayat (4)
Huruf a
Jasa publik dalam ketentuan ini sebagai contoh, antara
lain pelayanan kesehatan (rumah sakit dan puskesmas),
pelayanan pendidikan (sekolah dasar, sekolah
menengah pertarna, sekolah menengah atas, dan
perguruan tinggi) , pelayanan navigasi laut (mercu suar
dan lampu suar), pelayanan peradilan, pelayanan
kelalulintasan (lampu lalu lintas), pelayanan keamanan
Cj asa kepolisian) , dan pelayanan pasar.
Huruf b . . .
PRESIDEN
REPUBLlK INDONESIA
Huruf b
Jasa publik dalam ketentuan ini adalah jasa yang
dihasilkan oleh badan usaha milik negara/ badan usaha
milik daerah yang ~nendapat pelimpahan tugas untuk
menyelenggarakan pelayanan publik (public service
obligation) , sebagai contoh, antara lain j asa pelayanan
transportasi angkutan udara/ laut/ darat yang dilakukan
oleh PT (Persero) Garuda Indonesia, PT (Persero) Merpati
Airlines, PT (Persero) Pelni, PT (Persero) KAI, dan PT
(Persero) DAMRI, serta jasa penyediaan air bersih yang
dilakukan oleh perusahaan daerah air minum.
Huruf c
Misi negara adalah kebijakan untuk mengatasi
permasalahan tertentu, kegiatan tertentu, atau
mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan
kepentingan dan manfaat orang banyak, sebagai contoh:
1. jasa pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
oleh rumah sakit swasta;
2. jasa penyelenggaraan pendidikan oleh pihak swasta
harus mengikuti ketentuan penyelenggaraan
pendidikan nasional;
3. jasa pelayanan angkutan bus antarkota atau dalam
kota, rute dan tarifnya ditentukan oleh pemerintah;
4. jasa pelayanan angkutan udara kelas ekonomi, tarif
batas atasnya ditetapkan oleh pemerintah;
5. jasa pendirian panti sosial; dan
6. jasa pelayanan keamanan.
Ayat (5)
Skala kegiatan didasarkan besaran biaya tertentu yang
digunakan dan merupakan jaringan yang dimiliki dalam
kegiatan pelayanan sebagai ukuran untuk dikategorikan
sebagai pelayanan publik.
Ayat (6) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
AY at (6)
Cukup j elas.
Ayat (7)
Huruf a
Tindakan administratif pemerintah merupakan
pelayanan pemberian dokumen oleh pemerintah, antara
lain yang dimulai da.ri seseorang yang lahir memperoleh
akta kelahiran hingga meninggal dan memperoleh akta
kematian, termasuk segala ha1 ihwal yang diperlukan
oleh penduduk dalam menjalani kehidupannya, seperti
memperoleh izin rnendirikan bangunan, izin usaha,
sertifikat tanah, da r~su rat nikah.
Huruf b
Tindakan administratif nonpemerintah merupakan
pelayanan pemberian dokumen oleh instansi di luar
pemerintah, antara lain urusan perbankan, asuransi,
kesehatan, keamanan, pengelolaan kawasan industri,
dan pengelolaan kegiatan sosial.
Pasal6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Pembina di lingkungan lembaga negara adalah ketua
atau nama lain setiap lembaga negara.
Lembaga negara meliputi Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung,
Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan
sebagaimana dimstksud dalam Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lembaga . . .
PRESlClEN
REPUBLIK INDONESIA
Lembaga komisi negara atau yang sejenis adalah
lembaga yang dibeiltuk berdasarkan undang-undang
dan bersifat mandiri serta tidak memiliki hubungan
organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintah
dalam melaksanaka~z tugas dan wewenangnya, antara
lain Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman
Republik Indonesia, Komisi Pemilihan Umum, dan
Komisi Pengawas Pel-saingan Usaha.
Kementerian adalah kementerian negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kemen terian Negara.
Lembaga pemerintah nonkementerian adalah lembaga
pemerintah yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan, antara lain Lembaga Administrasi
Negara, Badan Kepegawaian Negara, Badan Pengawasan
Keuangan dan Penibangunan, Badan Pusat Statistik,
dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia.
Lembaga lainnya, seperti Palang Merah Indonesia dan
Lembaga Sensor Film.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
PRESlClEN
REPUBLIK INDONESIA
Ayat (4)
Cukup j elas.
Ayat (5)
Laporan dapat disampaikan secara berkala sekurangkurangnya
1 (satu) tahun sekali dan/atau sewaktu-waktu.
Ayat (6)
Cukup j elas.
Pasal7
Ayat (1)
Penanggung j awab terdil-i atas:
a. pimpinan kesekretal-iatan pada lembaga negara dan
kementerian, sekretaris utama pada lembaga pemerintah
nonkementerian, sekretaris jenderal atau sekretaris, atau
sebutan lain pada lembaga komisi negara atau yang
sejenis, Wakil Jaksa Agung, dan Wakil Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
b. sekretaris daerah pacia pemerintah provinsi;
c. sekretaris daerah patia pemerintah kabupaten; dan
d. sekretaris daerah pada pemerintah kota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Perumusan kebijakan nasional tentang pelayanan
publik merupakan upaya untuk memperbaiki,
melengkapi, dan mengembangkan kebijakan dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
PRESIUEN
REPUBLIK INDONESIA
Huruf c
Cukup j elas
Ayat (4)
Cukup j elas.
Pasal8
Cukup jelas.
Pasal9
Ayat (1)
Sistem pelayanan terpadu merupakan satu kesatuan
pengelolaan dalam pemberian pelayanan yang dilaksanakan
dalam satu tempat dan dikontrol oleh sistem pengendalian
manajemen guna mempermudah, mempercepat, dan
mengurangi biaya.
Ayat (2)
Cukup j elas.
Pasal 10
Ayat (1)
Secara berkala dan be]-kelanjutan merupakan periode yang
dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, 12
(dua belas) bulan, atau 24 (dua puluh empat) bulan sekali
yang diatur sesuai dengan standar pelayanan yang
ditetapkan.
Ayat (2)
Cukup j elas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 11 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan internal per~yelenggara merupakan ketentuan
yang mengatur peningkatan kinerja pelaksana, misalnya
ketentuan disiplin, etika, prosedur, dan instruksi kerja.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Teknis operasional pelayanan merupakan kegiatan yang
terkait langsung dengan pelaksanaan pelayanan, antara lain
penyediaan sumber daya pelayanan, seperti teknologi,
peralatan dan sumber daya lain, serta standar operasional
prosedur (SOP).
Pendukung pelayanan merupakan kegiatan yang tidak
terkait langsung dengan operasional pelayanan tetapi
diperlukan dalam pelaksanaan pelayanan, antara lain
penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan
pelatihan.
Ayat (3)
Dalam keadaan darurat pemberi bantuan dapat
mengeluarkan surat penugasan kepada pihak terkait untuk
melaksanakan pemberian bantuan.
Ayat (4) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK IPJDONESIA
Ayat (4)
Keadaan darurat merupiskan keadaan yang ditetapkan oleh
instansi yang bertanggung j awab . Dalam mene tapkan
kejadian sebagai keadaan darurat, dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan,
Pasal 13
Ayat (1)
Penyerahan sebagian tugas merupakan pemberian sebagian
tugas kepada pihak lain dari seluruh tugas penyelenggaraan
pelayanan, kecuali yarlg menurut undang-undang harus
dilaksanakan sendiri oleh penyelenggara, misalnya
pelayanan KTP, SIM, paspor, sertifikat tanah, dan pelayanan
perizinan lain.
Pihak lain adalah pihak di luar penyelenggara yang diserahi
atau diberi sebagian tugas oleh penyelenggara pelayanan.
Pengertian kerja sama juga termasuk penunjukan operator
pelaksana atau kontraktor yang diberi hak menjalankan
fungsi penyelenggara, misalnya pengelolaan parkir dan air
minum yang diserahkari kepada swasta.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Materi perjanjian kerja sama yang wajib diinformasikan
adalah hal-ha1 penting yang perlu diketahui oleh
masyarakat, misalnya apa yang dikerj akan, siapa yang
mengerjakan, jangka waktu kerja sama, dan pekerjaan
yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
yang penginf~r~asiannyam erupakan bagian dari
maklumat pelayar~an.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
PRESIDEN
REPUBL.IK INDONESIA
Huruf d
Informasi tentang identitas pihak lain dan identitas
penyelenggara sebagai penanggung jawab kegiatan
meliputi nama, alanlat, telepon, pesan layanan singkat
(short message service (sms)), dan laman (website).
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Tidak menambah beban bagi masyarakat dimaksudkan tidak
memberikan tambahan biaya, prosedur yang berbelit, waktu
penyelesaian yang lebih :lama, atau hambatan akses.
Ayat (4)
Kerja sama tertentu merupakan kerja sama yang tidak
melalui prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dan huruf b yang bukan bersifat darurat yang hams
diselesaikan dalam waktu tertentu, misalnya pengamanan
pada saat penerimaan tamu negara, transportasi pada masa
liburan lebaran, dan pengamanan pada saat pemilihan
umum.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup j elas.
Pasal 15
Cukup j elas.
Pasal 16 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup Jelas.
Pasal 18
Cukup j elas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal20
Ayat (1)
Kemampuan penyelenggara berupa dukungan pendanaan,
pelaksana, sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan.
Ayat (2)
Pihak terkait merupakan pihak yang dianggap kompeten
dalam memberikan masukan terhadap penyusunan standar
pelayanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Keberagaman berupa pengikutsertaan masyarakat yang
mewakili berbagai unsur dan profesi, antara lain tokoh
masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan lembaga swadaya
masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal2 1
Huruf a
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
penyelenggaraan pelayanan .
Huruf b
Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
Huruf c
Tata cara pelayanan ymg dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan, ternlasuk pengaduan.
Huruf d
Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh
proses pelayanan dari set.iap jenis pelayanan.
Huruf e
Ongkos yang dikenakar~ kepada penerima layanan dalam
mengurus dm/ atau memperoleh pelayanan dari
penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
Huruf f
Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
Huruf g
Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas
pelayanan bagi kelompolc rentan.
Huruf h
Kemampuan yang hams dimiliki oleh pelaksana meliputi
pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
Huruf i . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Huruf i
Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja
atau atasan langsung pelstksana.
Huruf j
Tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak
lanjut.
Huruf k
Tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.
Huruf 1
Cukup jelas.
Huruf m
Kepastian memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya,
risiko, dan keragu-raguan.
Huruf n
Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.
Pasal22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dipublikasikan secara jelas dan luas merupakan
penginformasian kepada khalayak sehingga mudah
diketahui, dilihat, dibaca, dan diakses.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal23
Ayat (1)
Sistem informasi yang bersifat nasional berisi informasi
seluruh penyelenggaraan pelayanan yang diperlukan untuk
merumuskan kebijakan nasional tentang pelayanan publik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup j elas.
Ayat (4)
Sistem informasi elektronik merupakan penerapan teknologi
informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media
elektronik, yang berfungsi merancang, memroses,
menganalisis, menampilkan, dan/atau menyebarkan
informasi elektronik.
Huruf a
Profil penyelenggara meliputi nama, penanggung jawab,
pelaksana, struktur organisasi, anggaran
penyelenggaraan, alamat pengaduan, nomor telepon,
dan pos-el (email).
Huruf b
Profil pelaksana meliputi pelaksana yang bertanggung
jawab, pelaksana, anggaran pelaksanaan, alamat
pengaduan, nomor telepon, dan pos-el (email).
Huruf c
Standar pelayanan berisi informasi yang lengkap
tentang keterangan yang menjelaskan lebih rinci isi
standar pelayanan tersebut.
Huruf d . . .
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pengelolaan pengaduan merupakan proses penanganan
pengaduan mulai dari tahap penyeleksian, penelaahan,
dan pengklasifikasian sampai dengan kepastian
penyelesaian pengaduan.
Huruf f
Penilaian kinerja merupakan hasil pelaksanaan
penilaian penyelenggaraan pelayanan yang dilakukan
oleh penyelenggara sendiri, bersama dengan pihak lain,
atau oleh pihak lain atas permintaan penyelenggara
untuk mengetahui gambaran kinerja pelayanan dengan
menggunakan metode penilaian tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal24
Cukup jelas.
Pasal25
Ayat (1)
Dalam melakukan pengalolaan sarana, prasarana, dan/ atau
fasilitas pelayanan, penyelenggara melaksanakan
perencanaan, pengadaan, pemeliharaan serta inventarisasi
sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan secara
sistematis, transparan, lengkap, dan akurat.
Ayat (2)
Pelaksana yang wajib lnemberikan laporan adalah pejabat
yang bertanggung jalvab memberikan laporan kepada
penyelenggara.
Ayat (3) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Ayat (3)
Cukup j elas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal26
Cukup jelas.
Pasal27
Ayat (1)
Cukup j elas.
Ayat (2)
Batal demi hukum menlpakan perjanjian yang batal sejak
awal diadakan atau tidak memiliki akibat hukum.
Pasal28
Ayat (1)
Cukup j elas.
Ayat (2)
Cukup jelas,
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini tidak berlaku dalam keadaan kuasa kahar
Cforce majeure), misalnya kerusuhan massa, huru-hara
politik, perang, bencana alam, dan kendala lapangan yang
tidak bisa diatasi.
PRESIUEN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal29
Ayat (1)
Masyarakat tertentu merupakan kelompok rentan, antara
lain penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak,
korban bencana alam, dan korban bencana sosial.
Perlakuan khusus kepada masyarakat tertentu diberikan
tanpa tambahan biaya.
Ayat (2)
Cukup j elas.
Pasal30
Ayat (1)
Pelayanan berjenjang merupakan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan ekonomi
masyarakat agar pelayanan lebih nyaman, baik, dan adil.
Ayat (2)
Proporsi akses merupakan perbandingan persentase
penyediaan kelas pela.yanan secara berjenjang kepada
kelompok masyarakat pada setiap jenis pelayanan.
Ayat (3)
Cukup j elas.
Pasal3 1
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelayanan publik yiang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang biaya/ tarif pelayanannya
dibebankan kepada negara, antara lain kartu tanda
penduduk dan akta kelahiran.
Ayat (3) . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Ayat (3)
Cukup j elas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal32
Cukup jelas.
Pasal33
Ayat (1)
Lembaga independen rrlerupakan lembaga yang dibentuk
berdasarkan undang-urtdang, antara lain Komnas HAM,
Komisi Perlindungan Anak, Komisi Pengawas Persaingan
Usaha, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan
Korupsi, dan lembaga yang oleh peraturan perundangundangan
ditetapkan sebagai lembaga Yang
menyelenggarakan pelayanan publik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal34
Cukup jelas.
Pasal35
Cukup jelas.
Pasal36
Ayat ( 1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESfA
Ayat (2)
Mengelola pengaduan merupakan proses penanganan
pengaduan mulai dari tahap penyeleksian, penelaahan, dan
pengklasifikasian sampai dengan kepastian penyelesaian
pengaduan.
Ayat (3)
Menindaklanjuti merupakan penyelesaian pengaduan sampai
tuntas, termasuk kejelasan hasil, seperti sanksi kepada
pelaksana, pengubahan pengaturan, dan penerbitan
dokumen yang diminta pengadu.
Ayat (4)
Sarana pengaduan, antara lain nomor telepon, pesan
layanan singkat (short message service (sms)), laman
(website), pos-el (email), tlan kotak pengaduan.
Pasal37
Cukup j elas.
Pasa.138
Ayat ( 1)
Berkala adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka
waktu tertentu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam
setahun.
Ayat (2)
Indikator kinerja merupakan ukuran atau alat penunjuk
yang digunakan untuk menilai kinerja.
Pasal39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Lembaga sebagaimana dimaksud ayat ini dapat dibentuk
pada tingkat nasional maupun daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal40
Cukup jelas.
Pasal4 1
Cukup jelas.
Pasal42
Cukup jelas.
Pasal43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam ha1 penyelenggara dapat membuktikan bahwa materi
aduan tidak benar atau. perbuatan penyelenggara tidak salah
atau tidak melanggar, pengadu dapat diberi dokumen
pembuktian.
Pasal44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup j elas.
Ayat (4) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK IhlDONESlA
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Dalam ha1 pengadu tidak dapat melengkapi materi aduan
dalam batas waktu yang ditentukan, pengaduan dinyatakan
batal.
Pasal45
Ayat (1)
Atasan pelaksana sebaga~p ihak yang bertanggung jawab dan
sekaligus memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi
kepada pelaksana yang nlenjadi bawahannya.
Atasan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat ini
juga berlaku untuk korporasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal46
Ayat ( 1
Kewajiban Ombudsmall sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor .37 Tahun 2008 tentang Ombudsman
Republik Indonesia juga meliputi bidang-bidang pelayanan
publik yang dilaksanakan oleh korporasi yang
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan
dan belanja negara danlatau anggaran pendapatan dan
belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2) . .
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Perwakilan di daerah merupakan perwakilan yang dibentuk
di ibukota provinsi atau ibukota kabupatenlkota yang
dipandang perlu. Pembentukan dimaksud harus
memperhatikan aspek efektivitas, efesiensi, kompleksitas dan
beban kerja.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup j elas.
Ayat (6)
Cukup j elas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal47
Ayat (1)
Cukup j elas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku bagi penyelenggara adalah peraturan yang
mengatur penyelenggara, misalnya pegawai negeri sipil
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawajan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian atau anggota kepolisian diatur dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
Republik Indonesia, Penyelenggara dalam bentuk korporasi,
diberlakukan peraturan di lingkungan korporasi yang
bersangkutan.
Pasal48
Ayat (1)
Penerapan prinsip independen, nondiskriminasi, dan tidak
memihak dimaksudkarl untuk mencegah terjadinya
keberpihakan dalam menyelesaikan materi aduan karena
pihak teradu dan penyelenggara yang menyelesaikan aduan
berada dalam instansillembaga yang sama.
Ayat (2)
Kewajiban menerima dan merespons dimaksudkan untuk
memperoleh objektivitas dalam memutuskan penanganan
penyelesaian pengaduan.
Ayat (3)
Dengar pendapat dapat dilakukan secara terpisah
merupakan forum pertemuan antara pengadu dan teradu
secara terbatas terhadap permintaan pengadu karena alasan
tertentu yang dapat mengancamnya.
Ayat (4)
Ganti rugi yang diajukan pengadu harus mempunyai
hubungan sebab akibat (kausalitas) dari perbuatan
penyelenggara yang mer-ugikan.
Pasal49
Cukup jelas.
Pasal50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup j elas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ajudikasi khusus adalah ajudikasi yang hanya terkait
dengan penyelesaian giinti rugi. Penyelesaian ganti rugi
dalam ketentuan ini dimaksudkan apabila tidak dapat
diselesaikan dengan mediasi dan konsiliasi.
AY at (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup j elas.
Ayat (8)
Dalam peraturan presicien ini, antara lain diatur mengenai
kewajiban penyelenggara rnembayar ganti rugi yang baru
dapat dibayarkan oleh pimpinan penyelenggara setelah nilai
kerugian dimaksud dapat dibuktikan besarannya oleh
pengadu dan diterirna oleh penyelenggara. Dengan
dibayarkannya ganti rugi, aduan dinyatakan selesai.
Ayat (9)
Pemberitahuan kepada pengadu dapat berupa tembusan
surat, salinan, atau petikan,
Pasal5 1
Cukup j elas,
Pasal 52
Cukup jelas.
PRESIC)EN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal53
Ayat (1)
Masyarakat yang melaporkan adalah masyarakat yang
mengalami atau mengetahui tindak pidana yang dilakukan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup j elas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
diartikan bagi pegawai negeri adalah kehilangan statusnya
sebagai pegawai negeri, bagi pelaksana di luar pegawai negeri
pengenaan sanksi disamakan dengan pegawai negeri.
Ayat (9) . . .
PRESIDEN
REPUBLlK IPJDONESIA
Ayat (9)
Pemberhentian tidak dengan hormat bagi pegawai negeri
diartikan kehilangan stat.usnya sebagai pegawai negeri, bagi
pelaksana di luar pegawai negeri' pengenaan sanksi
disamakan dengan pegawai negeri.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (I I)
Cukup jelas.
Pasal55
Cukup jelas.
Pasal56
Cukup jelas.
Pasal57
Ayat (1)
Pimpinan penyelenggaril adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap keseluruhan tugas dan kewajiban pelayanan.
Ayat (2)
Dalam ha1 penyelenggara berbentuk korporasi, pengenaan
sanksi kepada penyelenggara tertinggi (direksi) diberikan
oleh pemegang saham.
Dalam ha1 penyelenggara berbentuk organisasi masyarakat
berbadan hukum, pengenaan sanksi kepada penyelenggara
tertinggi diberikan oleh pembina organisasi.
Ayat (3)
Ketentuan ini memberikan kesempatan kepada
penyelenggara untuk dibebaskan dari pembayaran ganti rugi
apabila dapat membuktikan bahwa perbuatan yang
dilakukannya tidak merlimbulkan kerugian.
PRESIC)EN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal58
Cukup jelas.
Pasal59
Cukup j elas.
Pasal60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Materi peraturan pemerintah berisi:
a. keharusan bagi pemerintah untuk menetapkan pedoman
penyusunan standar pelayanan dalam waktu 6 (enam)
bulan; dan
b. kewajiban setiap penyelenggara menyusun, menetapkan,
dan menerapkan standar pelayanan paling lambat dalam
waktu 6 (enam) bulan setelah pedoman selesai.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal6 1
Cukup jelas.
PRESIUEN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal62
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5038

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UNDANG¬ UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008

TENTANG

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;

b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;

c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;

d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang­Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

M E M U T U S K A N:

Menetapkan : UNDANG­UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang­-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda­-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang­Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang­Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.

5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang­undangan.

6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi.

7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi informasi.

8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.

9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.

10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-­Undang ini.

11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang­Undang ini.

12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang­-Undang ini.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.

(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.

(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.

(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang­Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Undang­-Undang ini bertujuan untuk:

a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;

b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;

c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;

f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau

g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK

Bagian Kesatu

Hak Pemohon Informasi Publik

Pasal 4

(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang­-Undang ini.

(2) Setiap Orang berhak:

a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;

b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik;

c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang­Undang ini; dan/atau

d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang­undangan.

(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.

(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang­Undang ini.

Bagian Kedua

Kewajiban Pengguna Informasi Publik

Pasal 5

(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

Bagian Ketiga
Hak Badan Publik

Pasal 6

(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. informasi yang dapat membahayakan negara;

b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;

c. informasi yang berkaitan dengan hak­hak pribadi;

d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau

e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik

Pasal 7

(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk

mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.

(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.

Pasal 8

Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang­undangan.


BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN

Bagian Kesatu

Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala

Pasal 9

(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala.

(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;

b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;

c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau

d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang­undangan.

(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.

(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

(5) Cara­cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.

Bagian Kedua

Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta­merta

Pasal 10

(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta­merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat

Pasal 11

(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:

a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;

b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;

c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;

d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;

e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;

f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;

g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau

h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang­Undang ini.

(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.

Pasal 12

Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:

a. jumlah permintaan informasi yang diterima;

b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi;

c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau

d. alasan penolakan permintaan informasi.

Pasal 13

(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:

a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan

b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.

(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.

Pasal 14

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang­Undang ini adalah:

a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;

b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;

c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;

d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;

e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;

f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;

g. kasus hukum yang berdasarkan Undang­Undang terbuka sebagai Informasi Publik;

h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip­prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;

i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;

j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;

k. perubahan tahun fiskal perusahaan;

l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;

m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau

n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang­Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.

Pasal 15

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam Undang­Undang ini adalah:

a. asas dan tujuan;

b. program umum dan kegiatan partai politik;

c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;

d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

e. mekanisme pengambilan keputusan partai;

f. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau

g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang­Undang yang berkaitan dengan partai politik.

Pasal 16

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam Undang­Undang ini adalah:

a. asas dan tujuan;

b. program dan kegiatan organisasi;

c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;

d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri;

e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;

f. keputusan­keputusan organisasi; dan/atau

g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang­undangan.

BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN

Pasal 17

Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:

a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:

1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;

2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;

3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana­rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;

4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau

5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;

c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:

  1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
  2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
  3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
  4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
  5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
  6. sistem persandian negara; dan/atau
  7. sistem intelijen negara.

d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:

  1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara;
  2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;
  3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
  4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
  5. rencana awal investasi asing;
  6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
  7. hal-­hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.

f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri :

1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;

2. korespondensi diplomatik antarnegara;

3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau

4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.

g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;

h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:

  1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
  2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
  3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
  4. hasil­hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
  5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.

i. memorandum atau surat­surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;

j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang­Undang.

Pasal 18

(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:

a. putusan badan peradilan;

b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum;

c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;

d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;

e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;

f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau

g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila :

a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau

b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan­jabatan publik.

(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang­Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.

(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.

(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.

(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.

(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Pasal 19

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang.

Pasal 20

(1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f tidak bersifat permanen.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI

Pasal 21

Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.

Pasal 22

(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis.

(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.

(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis.

(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima.

(5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.

(6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.

(7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan :

a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak;

b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;

c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;

d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan;

e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya;

f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau

g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.

(8) Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi.

BAB VII
KOMISI INFORMASI

Bagian Kesatu
Fungsi

Pasal 23

Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang­Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.

Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 24

(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.

(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.

(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Bagian Ketiga
Susunan

Pasal 25

(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap anggota.

(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi.

(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan suara.

Bagian Keempat
Tugas

Pasal 26

(1) Komisi Informasi bertugas :

a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang­Undang ini;

b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan

c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:

a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi;

b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan

c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang­Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu­waktu jika diminta.

(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.

Bagian Kelima
Wewenang

Pasal 27

(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang:

a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa;

b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;

c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik;

d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan

e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi.

(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum terbentuk.

(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan.

(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan

Bagian Keenam
Pertanggungjawaban

Pasal 28

(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang bersangkutan.

(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.

(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat terbuka untuk umum.

Bagian Ketujuh

Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi

Pasal 29

(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi.

(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah.

(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi Informasi.

(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan.

(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.

(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 30

(1) Syarat­syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi:

a. warga negara Indonesia;

b. memiliki integritas dan tidak tercela;

c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih;

d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik;

e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik;

f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi Informasi;

g. bersedia bekerja penuh waktu;

h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; dan

i. sehat jiwa dan raga.

(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif.

(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat.

(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan.

Pasal 31

(1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan dan kelayakan.

(3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.

Pasal 32

(1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan kelayakan.

(3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota.

Pasal 33

Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya.

Pasal 34

(1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk ditetapkan.

(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:

a. meninggal dunia;

b. telah habis masa jabatannya;

c. mengundurkan diri;

d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara;

e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut­turut; atau

f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi.

(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.

(4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.

(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi pada periode dimaksud.

BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI

Bagian Kesatu

Keberatan

Pasal 35

(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan berikut:

a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;

b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;

c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;

d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;

e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;

f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau

g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang­Undang ini.

(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak.

Pasal 36

(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).

(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.

(3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh bawahannya.

Bagian Kedua

Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi

Pasal 37

(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi Publik.

(2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2).

Pasal 38

(1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik.

(2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.

Pasal 39

Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui Mediasi bersifat final dan mengikat.

BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI

Bagian Kesatu
Mediasi

Pasal 40

(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela.

(2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g.

(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi.

Pasal 41

Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan sebagai mediator.

Bagian Kedua
Ajudikasi

Pasal 42

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan.

Pasal 43

(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal.

(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum.

(3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen­dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup.

(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Bagian Ketiga

Pemeriksaan

Pasal 44

(1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Komisi Informasi memberikan salinan permohonan tersebut kepada pihak termohon.

(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan.

(3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi dapat memutus untuk mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun tertulis.

(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

Bagian Keempat
Pembuktian

Pasal 45

(1) Badan Publik harus membuktikan hal­hal yang mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak dapat memberikan informasi dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35 ayat (1) huruf a.

(2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya apabila Pemohon Informasi Publik mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g.

Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi

Pasal 46

(1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini:

a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi Informasi; atau

b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

(2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini:

a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang­Undang ini;

b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang­Undang ini; atau

c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi.

(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut informasi yang dikecualikan.

(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.

(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.

BAB X

GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI

Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan

Pasal 47

(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara.

(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 48

(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut.

(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat tertutup.

Pasal 49

(1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisi salah satu perintah berikut:

a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:

1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik; atau

2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.

b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:

1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau

2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.

(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah berikut:

a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang­Undang ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang­Undang ini;

b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau

c. memutuskan biaya penggandaan informasi.

b. Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.

Bagian Kedua
Kasasi

Pasal 50

Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 51

Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 52

Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta­merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang­Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 53

Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pasal 54

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Pasal 55

Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 56

Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang­Undang ini dan juga diancam dengan sanksi pidana dalam Undang­Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang­Undang yang lebih khusus tersebut.

Pasal 57

Tuntutan pidana berdasarkan Undang­Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum.

BAB XII
KETENTUAN LAIN­LAIN

Pasal 58

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang­Undang ini.

Pasal 60

Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang­Undang ini.

Pasal 61

Pada saat diberlakukannya Undang­Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan Undang­Undang.

Pasal 62

Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya Undang­Undang ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63

Pada saat berlakunya Undang-­Undang ini semua peraturan perundang­-undangan yang berkaitan dengan perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang­-Undang ini.

Pasal 64

(1) Undang­Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan.

(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana, serta hal­hal lainnya yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Undang­Undang ini harus rampung paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang­Undang ini diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 30 April 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 April 2008