Senin, 01 November 2010

PROGRAM KERJA AKSELERASI TRANFORMASI POLRI MENUJU POLRI YANG MANDIRI, PROFESIONAL DAN DIPERCAYA MASYARAKAT


KEPUTUSAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No. Pol. : Kep / 37 / X /2008

Tentang

PROGRAM KERJA AKSELERASI TRANFORMASI POLRI
MENUJU POLRI YANG MANDIRI, PROFESIONAL
DAN DIPERCAYA MASYARAKAT

Bahwa dalam rangka percepatan pelaksanaan Rencana Strategis Polri 2005 – 2009dan Grand Strategi Polri 2005 -2025, dilakukan langkah-langkahakselerasi Program Kerja Polri, maka dianggap perlu menetapkanKeputusan Kapolri tentang Program Kerja Akselerasi Transformasi PolriMenuju Polri yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat.

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol:Skep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 tentang Grand Strategi Polri 2005- 2025.
4. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol: Kep/20/IX/2005 tanggal 7 September 2005 tentang Rencana StrategisKepolisian Negara Republik Indonesia 2005 – 2009 (Renstra Polri).
5.Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol:Kep/15/VI/2007 tanggal 12 Juni 2007 tentang Rencana Kerja Polri Tahun2008.
6. Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol: Kep/27/VI/2008 tanggal 10 Juni 2008 tentang Rencana Kerja Polri Tahun 2009.

MEMUTUSKAN


1. Program Kerja Akselerasi Transformasi Polri Menuju Polri yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat disusun dalam tiga buku yang saling berhubungan,masing-masing Buku I tentang Naskah Program Kerja sebagai Buku Induk(lampiran A), Buku II tentang Penjabaran Proram Kerja (lampiran B) danBuku III tentang Pedoman Penjabaran kedua buku tersebut berisi rincian kegiatan yang hendak dicapai oleh Satker atau Fungsi (lampiran C).
2.Program Akselerasi disusun dalam jangka waktu satu tahun untukmemudahkan evaluasi dan penentuan sasaran prioritas selanjutnya sesuaidengan Rencana Kerja Polri tahun 2010 dan Program akselerasi ini bukanmenggantikan Rencana Kerja Tahunan Polri pada tingkat Satker di Markas Besar, Polda, Polwil dan Polres, namun berjalan paralel sebagai akselerasi dari Rencana Kerja yang sedang berjalan
3. Programakselerasi berlaku untuk seluruh jajaran Polri, sebagai programpembenahan dan akselerasi terhadap pelaksanaan Grand Strategi Polri 2005 – 2025 yang disesuaikan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan Polri dan perkembangan dinamika lingkungan strategik.
4. Program akselerasi untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan produk-produk penjabarannya pada unit organisasi dan Satker.
5. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 27 Oktober 2008
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI


PROGRAM KERJA AKSELERASI TRANSFORMASI POLRI
MENUJU POLRI YANG MANDIRI, PROFESIONAL
DAN DIPERCAYA MASYARAKAT


I. PENDAHULUAN

1. Umum

Pergantian pucuk pimpinan Polri sesuai amanat Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri telah dapat dilalui dengan baik dimulai dari pengajuan calon Kapolri oleh Presiden RI, proses fit and proper test DPR RI sampai dengan pelantikan Kapolri oleh Presiden RI. Dan patut disyukuri bersama bahwa proses pergantian pucuk pimpinan Polri telah berjalansecara konstitusional sehingga pada satu sisi estafet kepemimpinanberlangsung dalam suasana yang harmoni dan pada sisi lain merupakanmomentum yang dapat dijadikan tonggak perubahan yang menjaminkesinambungan reformasi Polri ke depan. Hal ini menjadi penting karenamasa jabatan Kapolri yang relatif singkat dapat dimanfaatkan secaramaksimal.

Kondisi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaipengemban amanah rakyat saat ini membanggakan. Hal ini merupakan hasilkerja keras dari para pendahulu dan seluruh jajaran, sehingga menjadikewajiban bersama untuk memelihara dan mengakselerasikan kinerja dalamrangka proses transformasi Polri menuju Polri yang profesional,bermoral dan modern serta dipercaya masyarakat. Dengan demikian secaraprinsip tidak ada yang perlu diubah pada Grand Strategi, Visi dan MisiPolri, demi keberlanjutan pembangunan Polri.

Eksistensiorganisasi Polri saat ini berada pada masa transisi yang terkait denganaspek politik yakni pelaksanaan Pemilu 2009 dan pergantian pucukpimpinan Polri. Kondisi tersebut menuntut konsekuensi dan tanggungjawab besar untuk membangun soliditas secara berkelanjutan danmeningkatkan kinerja yang dikelola secara baik serta memberikan outputbagi organisasi Polri sesuai dengan harapan masyarakat.

Dampakikutan dari masa transisi antara lain adalah Polri masih dihadapkanberbagai masalah eksternal dan internal. Masalah eksternal ditandaidengan tingginya angka kejahatan konvensional dan transnasional,pentingnya kerjasama antar departemen dan luar negeri dalam wadah ICPOInterpol dan Aseanapol, serta pelaksanaan Pemilu 2009. Disamping itukrisis keuangan global saat ini akan berdampak terhadap berbagai aspekkehidupan nasional, khususnya ekonomi dan keamanan, merupakan tantangantersendiri bagi Polri untuk dapat meminimalisasi dampak langsung darikrisis yang terjadi, melalui upaya pemeliharaan misi bersama pemerintahuntuk mengamankan kebijakan ekonomi nasional dan mengantisipasi dampakatas gejolak perkembangan krisis ekonomi global yang terjadi. Kemampuanmengantisipasi dan meminimalisasi dampak dari gejolak lingkunganstrategik, merupakan bagian dari upaya Polri mewujudkan kepercayaanmasyarakat dan sekaligus mengamankan pembangunan nasional.

Sedangkanmasalah internal, ditandai dengan belum optimalnya hasil reformasi padaaspek struktural, instrumental dan kultural. Sekalipun reformasi ketigaaspek tersebut dilaksanakan secara simultan, namun dirasakan bahwakelemahan terletak pada reformasi bidang kultural, hal ini ditandaidengan masih rendahnya kepercayaan masyarakat kepada Polri.

Terkait dengan hal tersebut, fokus kebijakan ke depan diarahkan padaterbangunnya kepercayaan masyarakat (public trust) yang kokoh denganmemanfaatkan sisa waktu dua tahun ke depan (Tahap I Trust Building 2005- 2010). Periode ini memiliki nilai strategis dan sekaligus juga masakritis dalam rangka memantapkan organisasi Polri yang kuat dan mampumelaksanakan tugasnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayanmasyarakat serta sekaligus sebagai penegak hukum yang dipercaya olehrakyat.

Penyusunan program akselerasi ini, dititik beratkan padaperubahan perilaku setiap anggota Polri dalam menjalankantugas-tugasnya menjawab tuntutan dan harapan masyarakat akan pelayananprima Polri dan terwujudnya rasa aman. Oleh karena itu transformasikultural yang diharapkan, diyakini hanya dapat dicapai apabila didukungoleh komitmen seluruh anggota yang dilandasi kesadaran bahwa Polriadalah insan Tribrata serta adanya pembenahan instrumen dan struktursebagai pedoman yang diharapkan dapat mendukung perubahan perilaku.

Dalamprogram akselerasi ini, keterpaduan dan keterkaitan dalam penataaninstrumental dan struktural merupakan syarat yang tidak dapatdipisahkan dalam membangun aspek kultural sebagai landasan yang kokohmenuju Tahap II Grand Strategi Polri (2011 -2015).

Program KerjaKapolri tentang Akselerasi Transformasi Polri Menuju Polri YangMandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat disusun dalam tiga bukuyang saling berhubungan, masing-masing Buku I tentang Program Kerjasebagai Buku Induk yang berisi tentang Visi, Misi dan Pokok-pokokProgram Akselerasi, Buku II berisi Penjabaran Program Akselerasimenjadi sub-program untuk satu tahun kedepan yang memuat sasaran,indikator keberhasilan, target yang akan dicapai, penanggung jawab,serta jangka waktu yang disusun ke dalam setiap sub program kerja. Dan,Buku III merupakan Pedoman Penjabaran dari Buku II yang berisi teknikmenjabarkan program kerja akselerasi menjadi sub program kerja berupasejumlah langkah jangka pendek selama satu tahun, yang pelaksanaannyadibagi ke dalam 4 triwulan.

2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud
Maksudpenyusunan naskah Program Akselerasi Transformasi Polri Menuju Polriyang Mandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat adalah sebagaiprogram kerja satu tahun Polri dalam rangka pembenahan dan akselerasiatas pelaksanaan Grand Strategi Polri 2005-2025.
b. Tujuan
Untukdijadikan pedoman bagi seluruh jajaran Polri dalam melakukan pembenahandan akselerasi khususnya pencapaian Tahap I Trust Building yang akanberakhir tahun 2010 dalam Grand Strategi Polri 2005-2025.

3. Ruang lingkup.

Ruang lingkup dari muara pembenahan dan akselerasi diarahkan pada
perubahan kultural yang meliputi :
a. Penyempurnaan Grand Strategi Polri 2005-2025
b. Akselerasi akuntabilitas internal.
c. Akselerasi akuntabilitas eksternal.

Rangkumanpelaksanaan ketiga program tersebut, dibatasi dalam kurun waktu satutahun (Oktober 2008 – September 2009). Batasan waktu tersebut untukmemudahkan evaluasi dan keberlanjutan program serta untuk penentuanprioritas program selanjutnya.

4. Sistematika

a. BAB I PENDAHULUAN
b BAB II DASAR-DASAR KEBIJAKAN PROGRAM
c. BAB III KEBIJAKAN AKSELERASI UTAMA
d. BAB IV PELAKSANAAN PROGRAM AKSELERASI UTAMA
e. BAB V PENUTUP

II. DASAR-DASAR KEBIJAKAN PROGRAM

Landasan idiil dan Peraturan Perundangan
a. Landasan Idiil : Pancasila
b. Landasan Moril : Tri Brata dan Catur Prasetya
c. Landasan Konstitusionil :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2)Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000 tentangPemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara RepublikIndonesia.

3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat NomorVII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan PeranKepolisian Negara Republik Indonesia,
d. Landasan Operasional:

1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
3)Keputusan Kapolri No.Pol: Kep/53/X/2002 tangal 17 Oktober 2002 tentangOganisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi Pada Tingkat MarkasBesar Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4) Keputusan KapolriNo.Pol: Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 yang telah diubah menjadiKeputusan Kapolri No.Pol: Kep/7/I/2005 tanggal 31 Januari 2005 tentangOganisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi Pada TingkatKepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) Lampitan A PoldaUmum, Lampiran B Polda Metro Jaya dan Lampiran C Polres.
5) SuratKeputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. :SKEP/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 tentang Grand Strategi Polri 2005- 2025.
6) Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol. : KEP/20/IX/2005 tanggal 7 September 2005 tentang RencanaStrategis Kepolisian Negara Republik Indonesia 2005 – 2009 (RenstraPolri).
7) Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.Pol. : KEP/44/XII/2005 tanggal 5 Desember 2005 tentang SistemPerencanaan Strategis Kepolisian Negara Republik Indonesia.
8)Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol:KEP/15/VI/2007 tanggal 12 Juni 2007 tentang Rencana Kerja Polri 2008.
9)Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol:KEP/27/VI/2008 tanggal 10 Juni 2008 tentang Rencana Kerja Polri 2009.
10)Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15 Tahun2007 tanggal 17 Agustus 2007 tentang Naskah Dinas di LingkunganKepolisian Negara Republik Indonesia.

6. Grand Strategi, Visi dan Misi Polri.

Dalamrangka mengemban tugas-tugas pemeliharaan kamtibmas, penegakan hukum,perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat dalam mewujudkankeamanan dalam negeri, tetap mengacu pada Grand Strategi Polri (2005 -2025), Visi dan Misi Polri sebagai berikut:
a. Grand Strategi 2005-2025.
Grand Strategi Polri dirumuskan dalam tiga tahapan yang mencerminkan upaya Polri secara gradual yaitu :

TahapI : TRUST BUILDING (2005 – 2010). Keberhasilan Polri dalam menjalankantugas memerlukan dukungan masyarakat dengan landasan kepercayaan(trust).

Tahap II : PARTNERSHIP BUILDING (2011 – 2015). Merupakankelanjutan dari tahap pertama, di mana perlu dibangun kerjasama yangerat dengan berbagai pihak yang terkait dengan pekerjaan Polri

TahapIII : STRIVE FOR EXCELLENCE (2016 – 2025). Membangun kemampuanpelayanan publik yang unggul dan dipercaya masyarakat. Dengan demikiankebutuhan masyarakat akan pelayanan Polri yang optimal dapat diwujudkan.

b. Visi dan Misi Polri
Programpembangunan Polri ke depan diharapkan tetap mengacu pada Grand StrategiPolri 2005 – 2025 di mana di dalamnya telah dirumuskan Visi dan MisiPolri. Visi Polri :
“Terwujudnya postur Polri yang profesional,bermoral dan modem sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakatyang terpercaya dalam melindungi masyarakat dan menegakkan hukum”
Untuk mewujudkan Visi Polri telah disusun Misi Polri sebagai berikut:
a.Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah,tanggap/progresif dan tidak diskriminatif agar masyarakat bebas darisegala bentuk gangguan fisik dan psikis.
b. Memelihara keamanandan ketertiban masyarakat sepanjang waktu di seluruh wilayah sertamemfasilitasi keikutsertaan masyarakat dalam memelihara kamtibmas dilingkungan masing-masing.
c. Memelihara Kamtibcar Lantas untuk menjamin keselamatan dan kelancaran orang dan barang.
d.Mengembangkan perpolisian masyarakat (community policing) berbasiskepada masyarakat patuh hukum (law abiding citizen).
e. Menegakkanhukum secara profesional dan obyektif, proporsional, transparan danakuntabel untuk menjamin adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.
f. Mengelola secara profesional, transparan dan akuntabel seluruh sumber daya Polri guna mendukung keberhasilan tugas Polri.
7. Permasalahan yang dihadapi.
Masalahyang dihadapi Polri dalam melaksanakan fungsi kepolisian dapatdibedakan atas masalah eksternal dan internal Polri yang meliputi :
c.Masalah eksternal ditandai dengan perlunya pengamanan perbatasan danpulau-pulau terluar, kesiapan pengamanan pelaksanaan Pemilu 2009, masihtingginya angka kejahatan konvensional dan transnasional dan pentingnyakerjasama antar departemen serta luar negeri.
d. Masalah internalditandai dengan belum optimalnya hasil reformasi struktural,instrumental dan kultural. Meskipun reformasi ketiga aspek organisasitersebut telah dilaksanakan secara simultan, namun dirasakan reformasibidang kultural masih belum memenuhi harapan masyarakat atas pelayanankepolisian yang prima, yang ditandai dengan masih rendahnya kepercayaanmasyarakat kepada Polri.
8. Posisi Awal.
Permasalahanyang dihadapi Polri sebagaimana diuraikan di atas, pada hakekatnyamerupakan realita dan posisi awal yang secara tulus dan jujur harusdisadari, oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan dan akselerasiyang diarahkan pada perubahan kultural dengan tetap mengacu kepadaGrand Strategi Polri 2005-2025. Secara rinci posisi awal daripelaksanaan tugas Polri yang menjadi fokus dari program akselerasi,meliputi:
a. Bidang perumusan tugas pokok.
Undang-UndangNomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal13 sampai dengan 19 telah memberikan 3 tugas pokok, 12 tugas-tugas dan37 kewenangan kepada Polri, namun sejauh ini belum ada penataan danpembagian tugas dan kewenangan yang harus dilakukan oleh setiaptingkatan unit organisasi dan satuan kewilayahan Polri. Sehingga dapatterjadi tumpang tindih atau tidak ada yang melaksanakan dan sulitnyamengukur kinerja organisasi.
b. Bidang organisasi.
Sebagaiorganisasi publik yang dinamis, maka untuk menjawab perubahanlingkungan dan meningkatnya tuntutan masyarakat, perlu dilakukanevaluasi terhadap struktur organisasi Polri secara umum, dan secarakhusus melakukan restrukturisasi Detasemen 88/AT, Polair, pembangunanINAFIS, PUSIKNAS, pembentukan Gugus Kendali Mutu dan pembentukan satuanwilayah mengikuti pemekaran wilayah pemerintahan daerah.
c. Bidang operasional.
Meskipunkinerja operasional Polri telah menunjukkan hasil yang baik dandirasakan oleh masyarakat, namun demikian perlu dilakukan pembenahandan peningkatan kinerja bidang operasional yang meliputi :
1) Pengamanan perbatasan dan pulau-pulau terluar.
2) Pengamanan Pemilu 2009.
3) Penanganan 4 jenis kejahatan yang menjadi prioritas.
4) Pelaksanaan Polmas.
d. Bidang kerjasama / HTCK.
Masihsering terjadinya miskordinasi, tumpang tindih, bahkan friksi dan egosektoral antara Polri dengan departemen dan instansi terkait di dalamnegeri, serta perlunya peningkatan dan perluasan kerjasama dengankepolisian / lembaga di luar negeri, memerlukan pembenahan struktur daninstrumen kerjasama dengan lembaga di dalam negeri dan lebih proaktifdalam membangun kerjasama dengan kepolisian / lembaga di luar negeri.
e. Bidang tata kelola logistik.
Belumtertatanya pendataan logistik yang berkaitan dengan standar minimumkebutuhan logistik yang harus tersedia pada setiap unit organisasi dansetiap tingkatan satuan kewilayahan, disamping itu juga kepatuhanmengenai pengadaan barang dan jasa di lingkungan Polri, termasukefektifitas dan efisiensi penggunaan serta perawatannya menjadi sebuahtantangan untuk dilakukan pembenahan sebagai akuntabilitas dalampengelolaan logistik sesuai dengan Keppres No. 80 Tahun 2003.
f. Bidang tata kelola asset.
Sampaisaat ini Polri masih mendapatkan status disclaimer dari BPK karenabelum tertibnya pencatatan, keberadaan dan status dari asset Polri,sehingga sulit untuk dipertanggungjawabkan secara yuridis. Kondisi inijuga menuntut untuk dilakukan pembenahan tata kelola asset sesuaidengan Sistem Akuntabilitas Barang Milik Negara (SABMN).
g. Bidang tata kelola anggaran.
Masalahrendahnya penyerapan anggaran tahun 2008 menunjukkan Polri belumefektif dalam menggunakan anggaran dan juga mengindikasikan belum semuarencana kerja dapat berjalan sebagaimana mestinya.
h. Bidang manajemen mutu dan kinerja.
Sampaisaat ini Polri belum memiliki sebuah standar penilaian kinerjaorganisasi dan individu yang obyektif, transparan dan akuntabel yangdapat digunakan sebagai acuan dalam memberikan penghargaan (reward) danhukuman (punishment}.
i. Bidang sumber daya manusia.
Rendahnyakompetensi terutama lulusan Bintara dan Perwira Pertama Polri, masihbanyaknya keluhan tentang penyimpangan dalam penerimaan anggota Polri,serta pembinaan karir yang belum menurut meritokrasi, obyektif,prestasi, moral dan kompetensi, mengharuskan untuk segera dilakukanpenyempurnaan proses rekrutmen dan pembenahan dalam pembinaan karir.
j. Bidang remunerasi dan kesejahteraan.
Harusdiakui bahwa tingkat kesejahteraan anggota Polri secara umum masih jauhdari standar kebutuhan yang diperlukan. Oleh karena itu perlu disusunsistem remunerasi yang tepat dan mengusulkan kepada pemerintah sehinggadapat mendorong perbaikan kinerja sekaligus tingkat kesejahteraananggota Polri.
k. Pemberdayaan Litbang.
Pemberdayaan peranLitbang dalam peningkatan kapasitas institusi Polri melalui pengkajianakademik yang komprehensif terhadap faktor internal dan eksternalorganisasi dengan mengikutsertakan lembaga pendidikan Polri secarasinergi guna menghasilkan inovasi-inovasi baru dan terobosan dalampelaksanaan fungsi kepolisian dan pemecahan masalah sosial masyarakatsecara komprehensif dan multidisipliner. Dengan demikian Litbang bukanmerupakan unit organisasi tempat anggota yang bermasalah, namun sebagaipusat kajian Polri untuk mewujudkan center of excellence kepolisianyang terbaik di kawasan regional.
I. Bidang pelayanan dan pengaduan masyarakat.
Terbukanyaakses yang luas, kemudahan mendapatkan pelayanan kepolisian, kemudahanmemberikan dan mendapatkan informasi dengan cepat dan tepat, merupakantuntutan masyarakat terhadap pelayanan kepolisian. Oleh karena ituperlu dilakukan pembenahan dan pembangunan fasilitas pelayanan danpengaduan masyarakat yang sesuai dengan situasi dan kemajuan teknologiinformasi komunikasi.

III. KEBIJAKAN AKSELERASI UTAMA

Berdasarkanidentifikasi terhadap permasalahan aktual yang dihadapi oleh Polri danposisi awal yang menjadi fokus kebijakan akselerasi, maka untukmelanjutkan program Trust Building yang masih tersisa dua tahundikaitkan dengan Visi dan Misi Polri pada Grand Strategi, disusunkebijakan program akselerasi utama, sebagai berikut:
9. Program Akselerasi I : Keberlanjutan Program (sustainabilityprogram)
Akselerasikeberlanjutan program dibagi menjadi dua kegiatan utama yaitumelanjutkan Visi dan Misi Polri, serta melanjutkan program prioritasyang telah ditetapkan sebelumnya. Secara khusus sebagai implementasiVisi dan Misi Polri, telah dirumuskan beberapa kebijakan sebagaiberikut:
a. Penyempurnaan Grand Strategi Polri 2005 – 2025,tidak hanya diarahkan pada pencitraan Polri, tetapi juga memperhatikanaspek- aspek keamanan dalam negeri, dengan mempertimbangkan tuntutankebutuhan masyarakat dan tantangan global termasuk pengamanan wilayahperbatasan dan pulau-pulau terluar.
b. Melanjutkan upayapemeliharaan dan peningkatan stabilitas kamtibmas melalui programpenanggulangan 4 (empat) jenis kejahatan serta akselerasi perpolisianmasyarakat.
c. Meningkatkan peran dan pemberdayaan penelitiandan pengembangan (Litbang) Polri untuk melakukan kajian dan analisisdampak perkembangan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas pokok Polri.
d. Mengintensifkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untukmewujudkan efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.
e.Meningkatkan kerjasama dalam dan luar negeri dalam menghadapiperkembangan dan permasalahan global dengan prinsip kebersamaan dankemitraan yang saling menguntungkan.
f. Menggali kearifan lokal masyarakat dan kearifan internal yang diimbangi dengan kemampuan manajerial pimpinan Polri.
g. Perbaikan sistem pembinaan personal dan pendidikan Polri.Selanjutnya program kerja prioritas yang telah dirumuskan dalamRencana Kerja Tahun 2008 terhadap 4 jenis kejahatan menjadi prioritastetap dilaksanakan, yang meliputi:
a. Pemberantasan perjudian.
b. Kejahatan narkotika dan sejenisnya.
c. Penanggulangan terorisme.
d. Kejahatan yang berpotensi merugikan kekayaan negara (korupsi,illegal logging, illegal fishing dan illegal mining).
e. Perdagangan orang (trafficking in persons}.
f. Kejahatan premanisme dan anarkisme
g. Kejahatan jalanan
Dalamprogram akselerasi pertama, diprioritaskan pengembangan dan pembentukankerjasama interdepartemen lintas sektoral, kepolisian internasional dankerjasama dengan masyarakat melalui perpolisian masyarakat (communitypolicing).
Di samping itu dalam rangka keberlanjutan terusdilakukan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terluar, peningkatankinerja Den 88 / AT, Polair, INAFIS, dan Pusiknas serta pembangunansatuan wiayah disesuaikan dengan pemekaran wilayah pemerintahan.
10.Program Akeselerasi II : Peningkatan Kualitas Kinerja (performancequality improvements}. Program akselerasi yang kedua adalah peningkatankualitas kinerja organisasi (performance quality improvements}, yangmerupakan kelanjutan program prioritas sebelumnya. Ada tiga hal yangmenjadi fokus perhatian pada program ini yaitu mempercepat transformasikultural, pembenahan sumber daya manusia dan sistem pendidikan Polri,serta pengembangan budaya pelayanan.
a. Akselerasi TransformasiKultural diarahkan kepada perubahan perilaku dan perubahan paradigma,maka dilakukan langkah-langkah yang dititik beratkan pada beberapaaspek, yaitu:
1) Menginternalisasi nilai-nilai Tri brata dan Catur prasetya.
2) Membangun mentalitas dasar bahwa masyarakat dan polisi merupakan mitra sejajar.
3) Memperjelas etos kerja dengan motivasi yang baik untuk bertindakberani, jujur, bersih dan berhasil dalam menjalankan setiap tugas.
4) Menampilkan sosok yang rapih, bersih, tidak arogan dan bertutur katayang sopan serta menghargai orang lain.
5) Meningkatkan efektifitas pengawasan dalam setiap pelaksanaan tugas.
6) Membangun kemampuan kepemimpinan yang kuat untuk memberikan teladan bagi bawahannya dan masyarakat.
b.Akselerasi Pembenahan SDM Polri.
1)Pengelolaan sumber daya manusia Polri memiliki peran yang sangatstrategis dalam meningkatkan kinerja, produktifitas dan pencapaianorganisasi. Pembenahan pada SDM Polri dititik beratkan padapenyempurnaan proses rekrutmen dan pembenahan pembinaan karir yangdidasarkan merit system. Implementasi kebijakan pencarian bibit ungguldari putra daerah yang mengacu pada local boy for the local job,kompetensi, transparansi, obyektif, dapat dipertanggung jawabkan danbebas dari nepotisme. Dalam hal pembinaan karier diterapkan the rightman on the right place yang didasarkan pada prestasi, obyektif, adil,moralitas, pendidikan dan kompetensi melalui penilaian kinerja yangakuntabel.
2) Sistem Pendidikan Polri sejalan dengan tuntutan masyarakat.
PembenahanSistem Pendidikan Polri sebagai bagian dari pembenahan sumber dayamanusia Polri dengan tetap berpedoman kepada Sisdiknas, diarahkan padapendidikan yang menghasilkan personel Polri yang profesional denganmemperhatikan prinsip-prinsip :
a) Prinsip nilai tambah (valueadded. Setiap proses pendidikan haruslah memberikan nilai tambah berupapenambahan kompetensi bagi peserta didik.
b) Prinsip kesamaanpeluang (equal opportunity). Setiap proses pendidikan haruslahmemberikan peluang yang sama untuk lulusannya dalam meniti karir.
c)Prinsip keselarasan internal (internal alignment). Setiap programpendidikan haruslah saling berkaitan dan saling mendukung dalampenciptaan SDM Polri yang profesional.
d) Prinsip keselarasaneksternal (external alignment). Sistem Pendidikan di dalam sebuahorganisasi haruslah mengacu kepada sistem pendidikan yang lazimdipergunakan dan diakui oleh regulasi di sebuah negara.
e) Prinsipefisiensi (efficiency. Sistem pendidikan haruslah dilaksanakan secaraefisien, baik dari sisi pemanfaatan sumber daya pendukung, waktu,maupun biaya pelaksanaan.
f) Prinsip kesinambungan (sustainability).Proses belajar adalah suatu kegiatan yang tidak pernah berhenti danharus dilaksanakan secara berkesinambungan.
c.Akselerasi Penanaman Budaya Melayani (service culture}.
Disadaribahwa tugas pelayanan kepada masyarakat selama ini dirasakan masihbelum sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena itu, arah perubahanpada akselerasi budaya pelayanan adalah merubah dari polisi sebagaipejabat menjadi polisi pelayan masyarakat sejati, memiliki empatiterhadap berbagai masalah yang dirasakan oleh masyarakat dan mampumemberikan pelayanan yang praktis, tidak bertele-tele, tulus, cepattanggap, tidak membebani serta memberikan kepastian hukum kepadapihak-pihak yang berperkara.
11. Program Akselerasi III :Komitmen Terhadap Organisasi (organizational commitment). Tanpakomitmen, maka semua yang telah digariskan dalam program akselerasipertama dan ke dua tidak akan punya makna. Untuk itu ditegaskankomitmen yang akan dipegang bersama dalam mengelola organisasi Polri kedepan, adalah :
a. Terkait dengan pengamanan Pemilu 2009,komitmen seluruh jajaran Polri adalah bersikap netral dan tidak memihakkepada satu golongan tertentu. Tugas pokok Polri adalah mengamankanjalannya pesta demokrasi tersebut dan tolok ukur keberhasilannya adalahketika seluruh rakyat yang memiliki hak pilih dapat menggunakan hakdemokrasinya dengan aman, bebas dan tanpa tekanan, serta seluruhrangkaian tahapan Pemilu tahun 2009 dapat terlaksana dengan aman,tertib dan lancar.
b. Terkait dengan kebijakan dan implementasipencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan berbagai tindak kejahatandan penyakit masyarakat, seperti korupsi, perjudian, penyelundupan,illegal logging, illegal mining, illegal fishing, narkoba, terorisme,kejahatan ekonomi (white collar crime), trafficking in persons,premanisme dan kejahatan jalanan, seluruh jajaran Polri menyatakankomitmen untuk menindak tegas tanpa kompromi.
c. Terkait denganbudaya pelayanan prima yang akan menjadi program yang semakinditingkatkan pelaksanaannya. Polri harus menjadi institusi yangmemberikan pelayanan publik terbaik (public service policing}.Kantor-kantor pelayanan kepolisian harus dijadikan tempat yang nyamandan menyenangkan, bukan tempat yang semrawut dan menakutkan.Membersihkan kantor polisi dari berbagai penyimpangan dan perilaku yangmenyakiti hati rakyat.
d. Terkait dengan kerjasama secaraeksternal bersama DPR, instansi pemerintah, Pemda, Kompolnas, TNI, LSM,media, institusi pendidikan, kepolisian di negara lain, lembagainternasional, dan pihak-pihak yang lain. Upaya maksimal akan terusdidorong untuk meningkatkan kerjasama ini sehingga secara internalPolri akan semakin efisien dan efektif dalam menjalankan tugasnya, dansecara eksternal Polri akan semakin memiliki hubungan yang harmonis danmemberikan dampak yang positif dan mutualis bagi peningkatan kualitasPolri maupun kepentingan masyarakat.
e. Terkait dengan aspekpembinaan Polri, upaya reformasi internal Polri (struktural,instrumental, dan kultural) yang selama ini telah berjalan tetapdilanjutkan dan ditingkatkan dengan cara-cara kreatif dalammengimplementasikan berbagai program peningkatan organisasi, proseskerja, dan sumberdaya manusia.
f. Terkait dengan pengelolaankeuangan dan pengadaan sarana / prasarana Polri. Akan dikelola sesuaidengan norma pengelolaan keuangan negara dan prosedur pengadaan barangdan jasa sesuai ketentuan yang berlaku secara transparan, obyektif,tepat sasaran serta bersih dari KKN.

IV. PELAKSANAAN PROGRAM AKSELERASI UTAMA

Program akselerasi utama pada dasarnya merupakan pedoman pencapaian target dan kinerja yang akan dilaksanakan Polri dan jajaran guna mengakselerasikan upaya menuju Polri yang mandiri, profesional dan dipercaya masyarakat.
Program akselerasi utama dilaksanakan triwulan keempat tahun anggaran 2008 dan Tahun Anggaran 2009 yang difokuskan pada peningkatan kinerja dan citra Polri yang harus dicapai dengan titik berat pada pembangunan Polri sebagai penegak hukum terdepan dengan didukung oleh komponen masyarakat dan aparat penegak hukum lainnya.
Program akselerasi utama ini merupakan program jangka pendek, yang dilaksanakan setiap triwulan yang dimulai dari bulan Oktober 2008 sampai dengan September 2009, untuk menjawab tantangan dan harapan masyarakat.
12. Tantangan yang dihadapi Polri.
Sejumlah tantangan dan isu yang akan menjadi perhatian Polri dalam satu tahun ke depan digolongkan menjadi tantangan yang dihadapkan pada akuntabilitas eksternal dan internal yang perlu dicarikan solusi secara cepat, tepat, efektif dan efisien.
a. Tantangan Akuntabilitas Eksternal.
Adalah sejumlah tantangan dan isu yang berasal dari luar Polri yang bersifat lokal, nasional, regional maupun internasional dalam kurun waktu satu tahun ke depan, sebagai berikut:
1) Pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan Polri, memelihara keamanan dalam negeri dan menjaga keutuhan NKRI di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, maka perlu dilakukan akselerasi pembangunan satuan wilayah kepolisian, terutama di perbatasan dan pulau-pulau terluar Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur
.
2) Empat jenis kejahatan yang menjadi sasaran Prioritas.
Dari empat jenis kejahatan yang menjadi sasaran pelaksanaan tugas Polri (kejahatan konvensional, transnasional, kejahatan terhadap kekayaan negara dan yang berdampak kontinjensi) ditentukan beberapa jenis kejahatan yang berdampak luas dan meresahkan masyarakat sebagai prioritas penindakan :
a) Kejahatan konvensional
Kejahatan konvensional merupakan kejahatan dengan isu paling mendasar dan sering terjadi ditengah masyarakat, memiliki lingkup lokal dan meresahkan masyarakat. Penindakan terhadap kejahatan ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Bentuk kejahatan tersebut diantaranya perjudian, pencurian kekerasan/pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, penganiayaan, pembunuhan, perkosaan, penipuan, penggelapan, pembakaran, pengrusakan, pemalsuan, penculikan, dan pemerasan. Termasuk premanisme dan kejahatan jalanan yang perlu penanganan secara intensif, terutama yang terjadi di lokasi obyek vital, yang dapat berimplikasi pada kerugian ekonomi dan kepercayaan internasional. Selanjutnya dari 4 jenis kejahatan yang marak terjadi, ditentukan beberapa bentuk kejahatan yang menjadi prioritas akselerasi, sebagai berikut:
(1) Perjudian.
Perjudian di Indonesia telah menjadi sebuah kejahatan besar yang terorganisir, canggih dan bersifat lintas batas negara. Penindakan terhadap berbagai bentuk perjudian akan tetap dilaksanakan secara konsisten tanpa pandang bulu, sekaligus merupakan bukti dari keseriusan Polri untuk memberantas perjudian. Selain bentuk perjudian yang telah dikenal beroperasi disejumlah tempat di Indonesia yang membutuhkan adanya ruang dan waktu, namun saat ini muncul perjudian dalam bentuk baru yang menggunakan perkembangan teknologi informasi atau internet. Oleh karenanya, selain mencegah dan memberantas perjudian konvensional yang telah ada, perjudian bentuk baru melalui internet harus dicegah dan diberantas.
(2) Premanisme.
Premanisme apapun bentuknya, termasuk debt collector yang ada di daerah-daerah dan menimbulkan kesan Polri sudah tidak mampu mengatasi harus dilakukan penindakan secara tegas dan terukur.
(3) Kejahatan Jalanan (street crime)
Khusus di kota-kota besar tertentu, kejahatan jalanan sangat meresahkan masyarakat. Kejahatan jalanan biasanya terkait dengan infrastruktur perkotaan, oleh karena itu selain dilakukan penindakan secara tegas juga perlu dilakuan koordinasi dengan pemerintah kota. Pencegahan terhadap semua bentuk kejahatan jalanan (street crime) dilakukan dengan mengoptimalkan patroli polisi sebagai back bone dan kring reserse sebagai upaya proaktif dalam mencegah terjadinya kejahatan jalanan.
b) Kejahatan transnasional.
(1) Terorisme.
Tertangkapnya sejumlah pelaku aksi terorisme di Indonesia bukan berarti bahwa aksi terorisme di Indonesia telah berakhir. Dalam konteks global, terorisme masih menjadi ancaman bagi Indonesia. Dengan demikian Polri tidak akan berhenti memerangi terorisme dengan penegakkan hukum maupun menggunakan konsep deradikalisasi (usaha meredam kelompok-kelompok radikal). Konsep tersebut menjadi kebanggaan bagi Indonesia karena konsep deradikalisasi yang diperkenalkan Polri dalam menangani teroris telah diadopsi oleh beberapa negara dalam rangka pemberantasan terorisme. Oleh karena itu upaya-upaya peningkatan pencegahan dan penindakan terorisme tetap akan dilanjutkan, termasuk dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi peran Detasemen 88/AT.
(2) Narkoba.
Narkoba merupakan isu yang cukup signifikan bagi Polri. Badan narkotika nasional (BNN) mencatat bahwa di Indonesia sekitar empat juta jiwa sekarat mengidap ketergantungan Narkoba dan Rp. 30 triliun terbuang percuma akibat praktek penyalahgunaan Narkoba. Setiap tahunnya sekitar 15 ribu jiwa tewas sia-sia. Saat ini Indonesia tak lagi hanya sekedar sebagai transit perdagangan Narkoba, tetapi telah menjadi pasar potensial sekaligus produsen Narkoba. Oleh karena itu upaya pencegahan dan pemberantasan Narkoba harus ditingkatkan secara terus menerus menjadi program prioritas Polri ke depan.
(3) Perdagangan Manusia (trafficking in persons / Tips}.
Polri terus melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia. Hal ini disadari bahwa kejahatan ini mempunyai keterkaitan dengan pola rekrutmen dan pengiriman TKI ke luar negeri. Bahkan kegiatan yang berkedok pengiriman TKI menjadi pintu awal terjadinya tindak pidana.
c) Kejahatan yang merugikan kekayaan negara (korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal mining).
Penindakan terhadap kejahatan korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal mining terus dilaksanakan secara maksimal sepanjang tahun untuk menyelamatkan kekayaan negara.
d) Kejahatan yang berimplikasi kontinjensi.
(1) Anarkhisme.
Anarkisme yang dilakukan oleh kelompok-kelompok / organisasi massa tertentu yang dapat berimplikasi kontinjensi merupakan kejahatan yang sejak dini harus dilakukan upaya-upaya penindakan secara tegas. Penindakan terhadap premanisme dan anarkisme merupakan bagian dari upaya Polri menciptakan rasa aman kepada setiap warga negara.
(2) Konflik komunal.
Konflik komunal yang dilatar belakangi oleh isu kesukuan, agama, ras dan antar golongan memiliki potensi yang cukup tinggi terjadi pada masyarakat Indonesia yang majemuk. Konflik yang terjadi dapat menimbulkan rasa takut masyarakat dan dampak yang luas pada seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu upaya pencegahan harus dikedepankan, dengan melibatkan semua komponen dan dengan memperhatikan konvensi sosial (budaya masyarakat setempat).
3) Pengamanan Pemilu Tahun 2009. Munculnya potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang dapat memicu konflik horizontal dan vertikal. Pemilu sebagai agenda demokrasi di Indonesia perlu dilakukan pengamanan oleh Polri namun dalam pelaksanaannya Polri wajib bersikap netral dan tidak memihak kepada kekuatan politik manapun.
4) Pengembangan Kerjasama. Kerjasama dengan sejumlah instansi dalam negeri maupun internasional dengan tujuan melakukan pencegahan dan penanggulangan tindak kejahatan.
b. Tantangan Akuntabilitas Internal. Tantangan internal Polri yang dihadapi adalah sebagai berikut:
1) Reformasi Polri. Reformasi Polri menjadi isu utama dan esensial, mengingat pembangunan Polri bertujuan untuk menciptakan Poiri yang mandiri, profesional, dan dipercaya masyarakat. Reformasi Poiri bukanlah sebagai suatu proses yang dapat ditempuh dalam jangka pendek, namun juga bukan ditempuh dalam jangka waktu yang tak terbatas. Artinya harus ada batas waktu yang jelas untuk melakukannya dan sekaligus dapat diukur. Dengan demikian, sejumlah langkah akselerasi dan kelengkapan penunjang reformasi Poiri perlu dilakukan, terutama dalam hal reformasi kultural yang menjadi satu kesatuan dengan pembenahan struktural dan instrumental, seperti restrukturisasi organisasi, penerapan manajemen mutu dan kinerja, serta Sistem Pendidikan Poiri yang lebih profesional.
Untuk menunjang aspek kultural, maka sebagai posisi sentralnya adalah pada pembenahan Sistem Pendidikan Poiri yaitu untuk membentuk personel Poiri yang profesional dengan memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan yaitu adanya nilai tambah (value added), kesamaan peluang (equal opportunity), keselarasan internal (internal alignment), keselarasan eksternal (external alignment), efisiensi (efficiency) dan kesinambungan (sustainability). Pembenahan sistem pendidikan perlu dilakukan dengan komitmen yang tinggi menghadapi tantangan pembenahan internal terutama dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan yang bebas dari penyelewengan yang terjadi di lembaga pendidikan dan pelatihan Poiri.
Peningkatan kinerja pada SPN mutlak harus dilakukan meliputi kurikulum, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan guna meningkatkan kualitas kinerja dan kompetensi para bintara lulusan SPN. Bahan ajaran yang diberikan di SPN harus betul-betui dapat menjawab tantangan tugas yang dihadapi di lapangan. Peningkatan kualitas para bintara mencerminkan kinerja kepolisian secara menyeluruh, karena sekitar 90 % dari jumlah anggota Polri adalah Bintara.
Pada Secapa Polri, dilakukan peningkatan kurikulum yang dapat memastikan bahwa para lulusan secapa benar-benar memiliki kompetensi yang memadai sebagai first line supervisor. Untuk pendidikan perwira sumber sarjana (PPSS) diperlukan peningkatan kualitas maupun kuantitas karena secara spesifik Polri terus membutuhkan keahlian-keahlian tertentu dan spesialis guna mendukung secara teknis tugas-tugas operasional Polri.
Untuk Selapa Polri dan PTIK dilakukan pembenahan kurikulum mengingat posisi strategis dari para lulusannya untuk menjadi mediator dalam transformasi kebijakan unsur pimpinan kepada bawahan. Peningkatan kurikulum diarahkan untuk terampil dalam memecahkan persoalan-persoalan di lapangan, di mana para perwira lulusannya ditempatkan. Selanjutnya dalam rangka pengakuan, memajukan dan mengembangkan ilmu kepolisian di Indonesia, maka PTIK sebagai lembaga pendidikan tinggi Polri harus dipayungi oleh sebuah lembaga pendidikan ilmiah dalam hal ini adalah Universitas Indonesia melalui pengembangan Fakultas Ilmu Kepolisian. Oleh karena itu jabatan Gubernur PTIK dan Dekan PTIK harus kembali dipisah sesuai dengan Keputusan Bersama antara Kapolri dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor Nomor : 0214/0/1980 dan No. Pol. : Kep/12/VIII/80 tentang Pembinaan dan Tanggung Jawab Bidang Akademik Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Demikian pula Sespim Polri perlu peningkatan kurikulum agar dapat member! bobot kualitas untuk kepentingan regenerasi Polri terutama membangun komitmen, moral, kompetensi, dan Visi yang dapat membawa Polri menjadi lebih maju dan mampu menjawab tantangan-tantangan yang semakin komplek.
Peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan di berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan Polri tersebut diiringi dengan peningkatan disiplin dan moralitas serta dedikasi yang tinggi melalui peningkatan kompetensi, pembenahan pembinaan karier tenaga pendidik dan kependidikan, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai serta penindakan tegas terhadap penyelewengan yang terjadi, seperti pengaturan ranking, nepotisme dalam penerimaan, penempatan, dan lainnya.
2) Tata Kelola (governance}, Polri harus mengadopsi berbagai prinsip tata kelola yang baik, berkaitan dengan:
a) Tata kelola logistik.
(1) Berupa kepatuhan untuk menjalankan kepres no. 80 tahun 2003 mengenai pengadaan barang dan jasa di lingkungan instansi pemerintah,
(2) Efektivitas dan efisiensi pengadaan dan penggunaan barang dan jasa. Efektivitas berarti sesuai dengan kebutuhan, sedangkan efisiensi berarti tidak memerlukan biaya yang tinggi.
b) Tata kelola asset.
Berkaitan dengan pencatatan Sistem Akuntabilitas Barang Milik Negara (SABMN) terhadap semua asset negara sehingga jelas statusnya. Sampai saat ini Polri masih mendapatkan status disclaimer dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI, yang berarti pencatatan assetnya belum tertib dan tidak jelas keberadaan dan statusnya, sehingga masih banyak asset yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Masalah tata kelola asset akan dituntaskan dalam waktu 3 bulan menjelang akhir tahun 2008.
c)Tata Kelola Anggaran.
Berkaitan dengan 2 (dua) hal, yaitu (1) Penyerapan anggaran, serta (2) Efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Sampai saat ini (awal bulan Oktober 2008) penyerapan anggaran tahun 2008 ternyata berjalan sangat lambat. Hal ini mengindikasikan bahwa Polri belum menjalankan semua rencana kerja sesuai dengan jadwal. Penyerapan anggaran harus segera diselesaikan dalam waktu 3 bulan menjelang akhir tahun 2008.
3) Kesejahteraan.
Perbaikan kesejahteraan dipastikan akan mendorong terjadinya perbaikan kinerja Polri dimasa depan. Prinsip dasar kerja Polri adalah pengabdian, namun tidak dapat diabaikan bahwa aspek kesejahteraan menjadi salah satu faktor pemicu utama untuk munculnya kinerja tinggi dan budaya melayani di Polri. Oleh karenanya perlu secara proaktif menyusun sistem remunerasi yang tepat untuk Polri dan segera mengusulkan kepada pemerintah. Penyusunan sistem remunerasi mengacu kepada beberapa prinsip sebagai berikut (bestpractice}’.
a) Keadilan Internal
Remunerasi yang diberikan kepada setiap personil Polri harus adil secara internal, yang dilandaskan pada perimbangan beban tugas dan tanggungjawab jabatan yang diemban oleh masing-masing orang.
b) Keadilan Eksternal
Remunerasi yang diberikan kepada setiap personil Polri harus pula adil secara eksternal, yang dilandaskan pada perimbangan terhadap beban tugas dan tanggungjawab jabatan yang setara di organisasi lain yang sejenis, baik institusi pemerintahan di Indonesia (terutama institusi pemerintahan yang telah melakukan perubahan sistem remunerasi dalam rangka reformasi birokrasi seperti di Departemen Keuangan, Mahkamah Agung, BPKP, serta institusi sejenis seperti KPK, Kejaksaan, KPPU, dan lain-lainnya), maupun institusi kepolisian di negara-negara lain.
c) Kecukupan Ekonomis.
Remunerasi yang diberikan kepada setiap personil Polri juga perlu mempertimbangkan kecukupan secara standar kelayakan ekonomi, yang dilandaskan pada tingkat kebutuhan hidup, tingkat inflasi, dan indikator ekonomi lainnya.
d) Memberikan Motivasi.
Remunerasi yang diberikan kepada setiap personil haruslah dapat mendorong peningkatan motivasi melalui penghargaan finansial yang diberikan, sehingga dapat mendorong kinerja setiap personil.
e) Menghargai Prestasi dan Keahlian.
Remunerasi yang diberikan kepada setiap personil harus terkait dengan kinerja dan keahlian.
f) Ketersediaan Anggaran
Tingkat remunerasi yang diberikan harus juga mempertimbangkan kesanggupan penyediaan anggaran secara bertahap.
4) Masalah Pencitraan.
Pencitraan Polri merupakan salah satu yang perlu diperbaiki. Perbaikan citra Polri berkaitan dengan bagaimana kinerja dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh para personil Polri. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu langkah terobosan untuk mengatasi masalah pencitraan ini. Tindakan yang akan dilakukan adalah dengan memperjelas standar etika kerja di semua Satwil dan Satker, terutama di sentra pelayanan kepolisian. Harus ada pedoman apa yang harus dilakukan (do) dan tidak boleh dilakukan (don’f) dan ditempelkan dalam bentuk poster di tempat tersebut. Kemudian dilakukan pemberantasan pungli sesuai dengan standar etika kerja tersebut, baik yang sifatnya eksternal dari masyarakat, maupun internal Polri sendiri. Program pemberantasan pungli ini dilakukan dalam 3 bulan pertama dan dimulai dari sekarang, dan harus tuntas akhir tahun ini. Disadari bahwa hal tersebut adalah pekerjaan besar dan berat, namun harus dilakukan demi pencitraan Polri yang bersih, profesional, dan patuh hukum.
13. Garis Besar Program Kerja (Oktober 2008 – September 2009).
Dengan memperhatikan sejumlah isu dan permasalahan tersebut, maka Program Kerja satu tahun Kapolri yang dimulai pada Oktober 2008 hingga September 2009 adalah buah pikiran yang disampaikan di depan Dewan Perwakilan Rakyat.
Implementasi program kerja ini, akan terus menerus dievaluasi dan ditindak lanjuti setiap triwulan agar dapat berjalan secara berkesinambungan sesuai dengan yang diharapkan. Secara umum, program kerja selama satu tahun ke depan dapat dilihat rinciannya per-triwulan pada bagian berikut:
a. Mengatasi Sejumlah Permasalahan Eksternal Polri
1) Melanjutkan pencegahan dan pemberantasan kejahatan konvensional dan kejahatan prioritas dengan lebih mengoptimalkan penyelesaian kasus, serta berperan lebih proaktif dalam hal pencegahan.
2) Melakukan Operasi Kepolisian Pengamanan Pemilu Tahun 2009.
3) Meningkatkan kerjasama :
a) Inter Departemen : untuk 3 hal utama, yaitu (1) Penyelesaian kasus kejahatan, (2) Peningkatan kompetensi dan profesionalisme Polri, serta (3) Masalah tata kelola negara supaya jelas akuntabilitasnya.
b) Lembaga Internasional terutama untuk 2 hal utama, yaitu (1) Penyelesaian kasus kejahatan trans-nasional, serta (2) Peningkatan kompetensi dan profesionalisme Polri melalui benchmarking terhadap best-practice kepolisian di luar negeri.
b. Mengatasi Sejumlah Permasalahan Internal Polri.
1) Melakukan Reformasi Struktural :
a) Melakukan restrukturisasi Detasemen 88/AT.
b) Melakukan restrukturisasi Polair.
c) Melakukan pembangunan INAFIS (Indonesia automatic fingerprint identification system).
d) Melakukan pembangunan Pusiknas (pusat informasi kriminal nasional).
e) Pembentukan gugus kendali mutu dibawah koordinasi Itwasum Polri.
f) Pembentukan Satwil mengikuti pemekaran wilayah.
g) Evaluasi struktur organisasi Polri secara umum.
2) Melakukan Reformasi Instrumental:
a) Meningkatkan akuntabilitas tata kelola logistik.
b) Meningkatkan akuntabilitas tata kelola asset.
c) Meningkatkan akuntabilitas tata kelola anggaran.
d) Menyusun usulan sistem remunerasi.
e) Menerapkan manajemen mutu dan manajemen kinerja.
f) Memperbaiki sistem rekrutmen personil.
3) Melakukan Reformasi Kultural
a) Menerapkan pakta integritas dengan fokus utama melakukan pembersihan Polri dari pungli.
b) Menerapkan standar budaya melayani.
c) Menyiapkan implementasi Sistem Pendidikan Polri yang baru.
d) Melakukan pengembangan terhadap Polmas.
14. Rincian Program Kerja Triwulan Pertama (Oktober 2008 – Desember 2008).
a. Eksternal
1) Pengamanan perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Membangun satuan wilayah kepolisian di perbatasan dan pulau-pulau terluar, terutama di perbatasan dan pulau-pulau terluar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur.
2) Empat jenis Kejahatan yang menjadi sasaran prioritas. Melanjutkan program pencegahan dan pemberantasan empat jenis kejahatan yang menjadi prioritas yang telah berjalan dengan baik, dengan mengutamakan upaya pencegahan secara proaktif dan pemetaan jaringan/kelompok kejahatan (crime mapping) terutama pada obyek vital dan fasilitas umum lainnya yang dapat menimbulkan gangguan yang berdampak luas dan berimplikasi pada pelaksanaan Pemilu 2009.
3) Pengamanan Pemilu
Komitmen seluruh jajaran Polri adalah bersikap netral dan tidak memihak kepada salah satu golongan tertentu. Tugas pokok Polri adalah mengamankan jalannya pesta demokrasi tersebut dan salah satu tolok ukur keberhasilan adalah ketika seluruh rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih dapat menggunakan hak demokrasinya dengan aman, bebas, dan tanpa tekanan. Polri juga harus bersikap proaktif bukan reaktif, artinya tidak hanya menunggu pengaduan atas terjadinya masalah, melainkan juga berperan untuk mencegah terjadinya masalah melalui tindakan preventif dan preemtif.
Pengamanan Pemilu dilakukan dengan memperhatikan kondisi masyarakat dan keragaman karakter sosial budaya masyarakat setempat. Dengan demikian para Kasatwil harus memahami betul kondisi sosial budaya masyarakat di daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
Pada triwulan awal ini, segenap jajaran Polri harus sudah merencanakan persiapan pengamanan Pemilu 2009. Fase ini adalah awal atau inisiasi bagi persiapan pengamanan dalam rangka penyelenggaraan pemilu. Perencanaan dimulai dengan melakukan inventarisasi potensi gangguan keamanan yang ada, pilihan-pilihan tindakan, hingga sumber daya yang akan digunakan. Kegiatan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Mempelajari semua pola pelaksanaan pemilu, baik Pemilu 1999 serta 2004, maupun berbagai pilkada di berbagai daerah di Indonesia, baik tingkat propinsi maupun kabupaten / kota. Polri harus mampu membuat peta potensi kerusuhan di seluruh wilayah Indonesia berkaitan dengan pengalaman empiris pemilu dan pilkada.
b) Mengindetifikasi berbagai potensi gangguan keamanan, dan mampu memetakan sejak dari tingkat pelaksanaan pemungutan suara di lapangan, sampai dengan muaranya di KPU tingkat nasional. Potensi ini antara lain adalah pencurangan surat suara, sabotase, dan sebagainya. Setiap kepala Satwil di tingkat terendah yaitu Kapolsek harus menjadi ujung tombak pelaksanaan di lapangan, sedangkan untuk tingkat kabupaten / kota dilakukan oleh Kapolres / Kapolresta / Kapoltabes / Kapolwil / Kapolwiltabes, dan di tingkat propinsi oleh Kapolda. Untuk luar negeri akan dibentuk tim khusus.
c) Menyiapkan piranti lunak berupa prosedur standar untuk pengamanan pemilu, mulai dari tingkat nasional, sampai ke tingkat kecamatan atau Polsek. Khusus untuk luar negeri akan dibuat prosedur standar khusus.
d) Menyiapkan pihak-pihak yang menjadi penanggung jawab setiap kegiatan operasional pengamanan pemilu, baik yang operasional di lapangan, maupun dukungan (support). Penanggung jawab ini harus memahami prosedur standar serta job description masing-masing.
e) Mengaktifkan peran intelijen dalam mengantisipasi potensi gangguan keamanan. Intelijen berperan sebagai telinga untuk Polri dalam rangka melakukan tindakan yang sifatnya proaktif untuk pengamanan pemilu.
4) Kerjasama
a) Interdepartemen.
(1) Meningkatkan koordinasi dengan sejumlah instansi terkait dalam rangka penyelesaian kasus kejahatan, terutama kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat. Tujuannya agar penanganan kasus-kasus berhasil dengan baik yang diakibatkan dari adanya komunikasi dan kerjasama, misalnya dalam penanganan kasus pembalakan liar, terorisme, korupsi dan lain-lain.
(2) Menjalin kerjasama untuk lebih meningkatkan kompetensi dan profesionalisme Polri, terutama dengan lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi serta badan pengawas seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
(3) Melakukan koordinasi mengenai tata kelola fungsi pemerintahan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam akuntabilitas dan pelaksanaannya. Perlu antisipasi berbagai produk regulasi yang berpotensi mengurangi atau membatasi kewenangan Polri dalam melakukan penegakan hukum dan ketertiban masyarakat, misalnya Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional, Rancangan Undang-undang Transportasi, Rancangan Undang-undang Daktiloskopi dan Rancangan Revisi KUHAP.
b) Internasional.
(1) Tujuan pertama untuk meningkatkan koordinasi dengan kepolisian dari negara lain di dunia untuk penanganan kejahatan transnasional. Sebagai upaya untuk mempermudah gerak dan langkah Polri dalam menjangkau sejumlah pelaku kasus kejahatan yang telah berada diluar negeri. Kasus-kasus tersebut diantaranya adalah ; terorisme, illegal logging, illegal minning, illegal traficking dan illegal fishing, serta penyelundupan (barang maupun manusia). (2) Tujuan kedua untuk menjalin kerjasama internasional dalam rangka meningkatkan kompetensi dan profesionalisme Polri. Tujuan yang hendak dicapai adalah terjadi pemutakhiran kompetensi dan profesionalisme yang telah dimiliki melalui kerjasama pendidikan serta benchmarking terhadap best practices praktek kepolisian di beberapa negara maju.
b. Internal.
1) Reformasi Struktural
a) Melakukan restrukturisasi terhadap Detasemen 88 Anti Teror. Restrukturisasi ini diantaranya adalah dengan menempatkan Detasemen 88 Anti Teror (Den 88/AT) secara selektif pada 8 wilayah berikut:
(1) Wilayah I berkedudukan di Medan, meliputi Polda Nanggroe Aceh Darussalam, Polda Sumatera Utara, Polda Sumatera Barat
(2) Wilayah II berkedudukan di Palembang, meliputi Polda Sumatera Selatan, Polda Riau, Polda Kepri, Polda Lampung, Polda Bengkulu, Polda Jambi, dan Polda Bangka Belitung.
(3) Wilayah III berkedudukan di Jakarta, meliputi Polda Metro Jaya, Polda Banten, dan Polda Jawa Barat.
(4) Wilayah IV berkedudukan di Surabaya, meliputi Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Timur, dan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta.
(5) Wilayah V berkedudukan di Denpasar, meliputi Polda Bali, Polda Nusa Tenggara Barat, dan Polda Nusa Tenggara Timur.
(6) Wilayah VI berkedudukan di Samarinda, meliputi Polda Kalimantan Timur, Polda Kalimantan Selatan, Polda Kalimantan Barat, dan Polda Kalimantan Tengah.
(7) Wilayah VII berkedudukan di Makasar, meliputi Polda Sulawesi Selatan, Polda Sulawesi Tengah, Polda Sulawesi Tenggara, Polda Sulawesi Utara, dan Polda Gorontalo.
(8) Wilayah VIII berkedudukan di Ambon, meliputi Polda Maluku, Polda Maluku Utara, dan Polda Papua.
b) Melakukan Restrukturisasi Terhadap Polisi Perairan (Polair).
Meningkatkan peran Polair sebagai penyidik di laut dan peran dalam melakukan patroli di laut untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas pengamanan dalam rangka back up satuan kewilayahan dengan memperhatikan tingkat kerawanan wilayah dan menempatkan Polair yang siap dioperasionalkan serta sekaligus untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terkait dengan peningkatan peran pembinaan keamanan, maka peningkatan peran Samapta juga perlu dilakukan secara berkesinambungan agar mampu meningkatkan kinerja dalam pencegahan kejahatan (upaya preventif), dan sebagai wujud dari kehadiran polisi berseragam di semua lini. Untuk itu perlu disusun rencana pengembangan Samapta dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Khusus untuk mendukung peningkatan peran Polair dilakukan restrukturisasi dengan membangun 6 Pangkalan Gerak Polair menurut wilayah, yaitu:
(1) Sat Polair wilayah I di Tanjung Batu Kepulauan Riau, meliputi wilayah perairan Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, dan Lampung.
(2) Sat Polair wilayah II di Tarakan, meliputi wilayah perairan Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
(3) Sat Polair wilayah III di Bitung, meliputi wilayah perairan Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo.
(4) Sat Polair wilayah IV di Kupang, meliputi wilayah perairan Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
(5) Sat pol air wilayah V di Sorong, meliputi wilayah perairan Papua, Maluku, dan Maluku Utara.
(6) Sat Polair wilayah VI di Jakarta, meliputi wilayah perairan Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Agar semua upaya peningkatan peran pembinaan keamanan (Polair dan Samapta), baik di laut maupun di daratan melalui Polisi Berseragam dapat berjalan dengan baik, diperlukan adanya komitmen moral dan integritas kuat, yang didukung upaya peningkatan profesionalitas.
c) Menyiapkan Rencana Pembangunan Indonesian automatic fingerprint information system (INAPIS)
d) Menyiapkan rencana pembangunan Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas)
e) Melakukan pembentukan satuan wilayah berkaitan dengan pemekaran wilayah pemerintahan. Sebagai konsekuensi dari adanya pemekaran wilayah di berbagai propinsi di Indonesia, maka akan dibentuk satuan wilayah baru sesuai kebutuhan.
f) Melakukan kajian ulang organisasi dengan menampung usulan dari bawah (bottom-up} dalam rangka perubahan struktur organisasi Polri. Kajian restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk penyesuaian dan penyegaran organisasi Polri yang telah ada. Diharapkan dengan restrukturisasi ini, tugas pokok, fungsi dan peran Polri dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Prinsip yang harus dipegang dalam restrukturisasi ini adalah “hemat struktur kaya fungsi” dengan membentuk pokja dengan rencana kerja sebagai berikut:
(1) Triwulan pertama. Diharapkan adanya masukan dari masing-masing Satker tentang bentuk dan tipe organisasi yang dibutuhkan.
(2) Triwulan ke dua. Pokja melakukan analisa masukan dari satker untuk merumuskan bentuk dan tipe organisasi yang ideal.
(3) Triwulan ke tiga. Pilihan bentuk dan tipe organisasi yang menjadi pilihan pokja dilaporkan kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara untuk selanjutnya dimintakan pengesahan.
(4) Triwulan ke empat. Diharapkan bentuk dan tipe organisasi yang telah disetujui oleh Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dapat operasional penuh.
2) Reformasi Instrumental
a) Mempercepat diseminasi penyelenggaraan tata kelola logistik, yaitu kepatuhan terhadap Keppres 80 / 2003 mengenai pengadaan barang dan jasa. Dengan mengacu keppres tersebut, semua proses pengadaan barang dan jasa pada akhir tahun 2008, tidak lagi ditemukan penyimpangan terhadap kepatuhan tata kelola logistik.
b) Mempercepat diseminasi tata kelola asset Polri, memperbaiki inventarisasi asset sesuai dengan prinsip manajemen asset milik negara melalui Sistem Akuntabilitas Barang Milik Negara (SABMN). Dengan demikian, pada saat diaudit kembali oleh BPK, maka kondisi disclaimer atau tata kelola yang buruk tidak lagi melekat pada Polri, oleh karenanya harus tuntas pada akhir tahun 2008.
c) Mempercepat pelaksanaan berbagai program kerja untuk dapat menyerap anggaran secara efektif sesuai peruntukannya (tepat guna) serta efisiensi dan akuntabel dalam penggunaanya. Dengan waktu yang tersisa 3 (tiga) bulan sampai menjelang akhir tahun 2008, tetap mengacu pada rencana kerja dan anggaran Polri 2008 yang sudah ditetapkan sebelumnya.
d) Melakukan kajian remunerasi Polri sebagai bagian dari reformasi birokrasi Polri. Kajian diantaranya dapat berupa melakukan studi banding terhadap sejumlah departemen yang telah/sedang melakukan reformasi birokrasi, khususnya masalah remunerasi yang merupakan bagian dari peningkatan kesejahteraan, seperti Departemen Keuangan, Mahkamah Agung dan lain sebagainya, maupun terhadap organisasi kepolisian di negara lain. Kajian remunerasi ini menyangkut perbandingan standar gaji dan tunjangan pada sesaman institusi pemerintahan dan organisasi kepolisian di berbagai negara, termasuk asuransi keselamatan kerja, tunjangan/fasilitas perumahan, tunjangan transportasi, dan tunjangan kesehatan.
e) Melakukan penjajakan kerjasama di setiap kesatuan wilayah dan Mabes dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan personil Polri baik untuk perumahan, transportasi, kesehatan, dan lainnya. Kerjasama ini misalnya untuk pemberian fasilitas perumahan layak dan murah dengan pihak pemerintah daerah, institusi perbankan milik pemerintah, dan pengembang.
f) Melakukan kajian untuk menerapkan sistem manajemen mutu dan manajemen kinerja. Tujuannya adalah mempersiapkan pemahaman tugas pokok, fungsi dan peran Polri, guna diarahkan menuju pencapaian mutu dan kinerja yang baik dari setiap personilnya. Pada tahap awal dibentuk tim khusus untuk implementasi manajemen mutu dan kinerja di lingkungan Polri. Tim ini akan mengkaji semua konsep dan kerangka manajemen mutu dan kinerja yang ada serta memformulasikannya sedemikian rupa sehingga dapat diterapkan dengan segala kekhasan organisasi Polri.
g) Menyusun rencana peningkatan kapasitas institusi Polri (capacity building} dalam melakukan penelitian dan pengembangan (Litbang) Kepolisian. Tujuannya adalah untuk menyiapkan suatu perencanaan komprehensif guna meningkatkan kemampuan Polri dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang) Kepolisian, dengan mensinergikan berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan di lingkungan Polri, sehingga mampu menghasilkan berbagai pemikiran dan terobosan baru dalam meningkatkan fungsi kepolisian. Rencana peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan ini akan meningkatkan kemampuan Polri menjadi center of excellence dalam bidang kepolisian sehingga dapat menjadi salah satu acuan praktek kepolisian terbaik di tingkat regional.
3) Reformasi Kultural
a) Menyusun Pakta Integritas (komitmen moral dan standar etika kerja) baru yang dilengkapi dengan mekanisme reward and punishment Pakta Integritas ini kemudian disarikan dalam bentuk poster “do’s and don’tt’ (panduan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan), dan kemudian dipasang di setiap Satwil dan Satker, terutama sentra pelayanan kepolisian di seluruh Indonesia. Pakta integritas ini akan berisikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Melakukan pembersihan pungli, baik di dalam tubuh Polri (internal) maupun terhadap pihak luar (eksternal).
(2) Memberikan kemudahan akses bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan melalui lembaga penampung pengaduan di setiap kesatuan, serta menindaklanjuti penyelesaian pengaduan dan melaporkan hasilnya secara periodik kepada Kapolri.
(3) Menyelenggarakan apel pagi di lapangan bagi satuan operasional yang dikontrol oleh pimpinan disetiap lini sebagai sarana pengendalian dan pengawasan bagi para bawahannya yang melaksanakan tugas di pos-pos pelayanan kepolisian sehingga dapat dipastikan Polri mampu member! pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
(4) Menghilangkan kebiasaan melakukan kegiatan-kegiatan diluar tugas-tugas pokok, seperti kebiasaan anjangsana dan budaya setor muka.
(5) Menghilangkan sikap pemimpin yang suka melempar kesalahan kepada bawahan.
(6) Menghilangkan kebiasaan melibatkan istri pejabat dalam kegiatan kedinasan, misalnya mutasi, mengurus kasus, dan lain-lainnya.
(7) Menghentikan kesenangan pejabat yang dapat membebani bawahan, termasuk diantaranya budaya setor bawahan kepada atasan.
(8) Meningkatkan peran fungsi pembinaan (personil, logistik, keuangan) dan propam sesuai dengan prosedur dan tata kerja yang telah disepakati untuk mewujudkan internal trust dan menghilangkan saling curiga, saling menyalahkan, dan memanfaatkan kewenangan untuk keuntungan pribadi.
Langkah penyusunan dan pelaksanaan pakta integritas ini dilakukan sebagai moral guidance dan motivasi bagi setiap personil Polri untuk meningkatkan moralitas, integritas dan profesionalisme.
a) Menandatangani dan menerapkan Pakta Integritas di seluruh satuan kerja dan satuan kewilayahan, serta menjalankannya dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.
b) Menyusun Standar Budaya Melayani (service culture} disetiap sentra pelayanan kepolisian, lengkap dengan panduan dan indikator keberhasilan (key performance indicators / KPI). Tujuannya adalah sebagai langkah awal bagi penerapan budaya melayani dimanapun bagi setiap personil Polri.
c) Melakukan sosialisasi standar budaya melayani secara internal kepada seluruh satuan kerja, satuan wilayah dan secara eksternal kepada masyarakat. Proses ini merupakan penyatuan pemahaman budaya melayani yang akan diterapkan sebagai wujud dari penampilan wajah humanis Polri kepada masyarakat.
d) Mendiseminasikan hasil penerapan Polmas percontohan yang telah dilakukan dibeberapa Satwil yang berhasil / terbaik se-Indonesia sebagai langkah untuk memperluas penerapan Polmas di Indonesia. Dengan demikian, semua Satwil bisa mempelajari kiat sukses dan menyusun pedoman yang disesuaikan dengan kondisi lokal setempat.
Diseminasi Polmas ini meliputi :
(1) Model dan bentuk standar layanan kepolisian, terutama yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban masyarakat, yang bersifat humanis atau ramah kepada masyarakat, lebih proaktif, dan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
(2) Inti dari Polmas adalah kemitraan dan penyelesaian masalah yang dihadapi komunitas. Dengan demikian komunikasi, mendatangi dan edukasi kepada masyarakat merupakan kunci keberhasilan dari kegiatan Polmas. Jika ini sudah dilakukan, maka masyarakat akan memberi apresiasi terhadap kegiatan Polmas.
(3) Pemberdayaan masyarakat agar mampu berperan aktif dalam melakukan pengamanan di lingkungannya sendiri.
Salah satu aspek yang masih menjadi kelemahan dalam menerapkan Polmas adalah kuantitas dan kualitas personel Polri yang duduk di dalam jabatan Binamitra belum memadai dan memiliki kompetensi untuk mengemban Polmas dengan baik. Dengan demikian, program pendidikan untuk membentuk personal Polmas harus segera direncanakan agar kompetensi menjadi merata bagi anggota di lingkungan Polri. Percepatan pendidikan personel untuk Polmas perlu dilakukan di lingkungan Polri maupun melalui kerjasama dengan luar negeri.
e) Penerapan Polmas yang lebih terstandarisasi dan merata di seluruh Satwil. Tujuannya adalah supaya penerapan Polmas ditengah masyarakat memiliki standar pencapaian yang terukur, dapat ditentukan kualitas Polmas yang terbaik bagi masyarakat.
f) Mematangkan konsep Sistem Pendidikan Polri yang telah dibuat sebelumnya agar sesuai dengan konteks tantangan Polri saat ini dan ke depan, dan memudahkan dalam proses implementasinya.
15. Rincian Program Kerja Triwulan Kedua (Januari 2009 – Maret 2009). a. Eksternal
1) Pengamanan perbatasan dan pulau-pulau terluar
Melanjutkan program pembangunan satuan wilayah kepolisian di perbatasan dan pulau-pulau terluar, terutama di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur yang telah dilakukan di triwulan sebelumnya.
2) Penanganan empat jenis kejahatan yang menjadi sasaran Prioritas.
Melanjutkan program pemberantasan dan pencegahan kejahatan prioritas yang telah dilakukan di triwulan sebelumnya.
3) Pengamanan Pemilu
a) Memastikan kesiapan operasi pengamanan Pemilu. Di dalam program kerja ini berbagai latihan dan gelar pasukan ditujukan untuk mematangkan kesiapan operasi kepolisian pengamanan Pemilu. Latihan ini harus dilakukan secara berkala, melibatkan berbagai unsur kesatuan di dalam Polri, juga melibatkan masyarakat, dan yang terpenting juga melibatkan unsur partai politik peserta Pemilu, dan pihak KPU/ KPUD.
b) Memfasilitasi terbentuknya kesepakatan menciptakan Pemilu damai dengan partai politik peserta Pemilu. Pada fase ini, Polri berfungsi sebagai mediator yang kemudian mengajak seluruh partai politik peserta Pemilu melakukan ikrar untuk mendukung penyelenggaraan Pemilu yang damai.
Pada tingkat pusat, Mabes Polri harus menjadi inisiator untuk memfasilitasi kesepakatan ini dengan menggandeng semua pimpinan pusat partai politik melakukan ikrar mendukung penyelenggaraan Pemilu secara damai. Sedangkan pada tingkat propinsi, Polda melakukan hal yang sama dengan melibatkan pimpinan daerah partai politik, dan pada tingkat Kabupaten / Kota dilakukan oleh Kapolres / Kapolresta / Kapoltabes / Kapolwil / Kapolwiltabes dengan melibatkan pimpinan partai di tingkat Kabupaten / Kota.
c) Mendorong partisipasi Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) Polmas untuk turut serta dalam pengamanan Pemilu. FKPM sebagai media kerjasama Polri dan masyarakat sangat berperan dalam pengamanan Pemilu, di mana secara dini yang didasari oleh kesukarelaan masyarakat dapat menjaga kelancaran proses pelaksanaan Pemilu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengaktifkan pertemuan FKPM yang melibatkan masyarakat, mengajak masyarakat berdiskusi, meminta masukan dari masyarakat, dan sebagainya.
4) Kerjasama
a) Interdepartemen.
Melanjutkan peningkatan koordinasi dengan sejumlah instansi terkait perihal penyelesaian kasus kejahatan, terutama kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat, ataupun dalam rangka peningkatan profesionalisme, serta akuntabilitas terhadap asset negara yang dikelola oleh Polri.
b) Internasional
(1) Melanjutkan peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dengan kepolisian dari negara lain di dunia dalam penanganan kejahatan transnasional.
(2) Melanjutkan dan memperluas jalinan kerjasama internasional yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi serta profesionalisme Polri. Internal
1) Reformasi Struktural
a) Melanjutkan restrukturisasi Detasemen 88 Anti Teror.
b) Melanjutkan restrukturisasi Kepolisian Perairan (Polair).
c) Melaksanakan Implementasi Penggunaan INAFIS (Indonesian automatic finger print information system)
d) Melaksanakan implementasi penggunaan Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas).
e) Melanjutkan pembentukan satuan wilayah sesuai dengan pemekaran wilayah yang terjadi.
f) Membentuk Kelompok Kerja (Pokja) dan menyusun usulan Struktur Polri yang baru sebagai hasil kajian yang telah dilakukan pada triwulan sebelumnya.
2) Reformasi Instrumental
a) Menyusun dan mengajukan usulan sistem remunerasi Polri yang baru kepada pemerintah. Sistem remunerasi yang baru diharapkan akan menyeimbangkan antara beban tugas yang dihadapi dengan kesejahteraan yang didapatkan oleh personil Polri, sehingga diharapkan dapat memotivasi pencapaian kinerja yang bermutu. Bersamaan dengan usulan sistem remunerasi tersebut juga dibuat usulan besarnya anggaran Polri tahun 2010, agar sistem remunerasi ini dapat dilaksanakan pada TA. 2010.
b) Melaksanakan kerjasama di setiap kesatuan wilayah dan mabes dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan personil Polri baik untuk perumahan, transportasi, dan kesehatan.
c) Menerapkan sistem manajemen mutu dan manajemen kinerja yang baru diseluruh satuan kerja dan wilayah Polri. Dalam penerapan ini, secara bertahap namun pasti, seluruh jajaran Polri akan mengimplementasikan sistem tersebut.
d) Meningkatkan transparansi dan konsistensi sistem rekrutmen, terutama untuk Bintara. Untuk rekrutmen Akpol, sudah berjalan dengan baik. Sehingga diharapkan dapat menekan atau bahkan menghapuskan kemungkinan terjadinya pungutan liar atau kecurangan dalam proses rekrutmen, serta meningkatkan penerapan “local boy for local jotT.
e) Mematangkan dan menyampaikan usulan rencana peningkatan kapasitas Polri dalam melakukan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kepolisian.
3) Reformasi Kultural.
a) Menindaklanjuti pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Pakta Integritas di setiap kesatuan.
b) Menerapkan budaya melayani di seluruh Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) sesuai dengan standar yang telah disusun pada triwulan sebelumnya.
c) Mengadakan program pemilihan Sentra Pelayanan Kepolisian terbaik dalam penerapan budaya melayani, serta bersih dari pungli (clean and accountable) di mana pada setiap triwulan akan diumumkan sentra layanan kepolisian terbaik, dan setiap tahunnya akan diberikan penghargaan (award) kepada sentra pelayanan kepolisian terbaik selama kurun waktu 1 tahun. Hal ini bertujuan untuk memotivasi setiap sentra pelayanan dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, sehingga dalam waktu yang singkat Polri dapat mencapai target sebagai institusi pelayanan publik terbaik di Indonesia.
.d) Melanjutkan diseminasi hasil penerapan Polmas percontohan yang telah dilakukan dibeberapa Satwil yang berhasil/terbaik se-Indonesia. Tujuannya adalah untuk penyebarkan keberhasilan penerapan Polmas tersebut ke seluruh Indonesia secara merata, terstandarisasi dan berkualitas.
e) Menyiapkan implementasi Sistem Pendidikan Polri yang baru berupa penyiapan berbagai piranti lunak pendukung dan sumber daya manusia yang kompeten.
16. Rincian Program Kerja Triwulan Ketiga (April 2009 – Juni 2009). a. Eksternal
1) Pengamanan perbatasan dan pulau-Dulau terluar. Melanjutkan program pembangunan satuan wilayah kepolisian di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur, telah dilakukan pada triwulan sebelumnya.
2) Penanganan empat jenis kejahatan yang menjadi sasaran Prioritas. Melanjutkan program pemberantasan dan pencegahan kejahatan prioritas yang telah dilakukan pada triwulan sebelumnya.
3) Pengamanan Pemilu.
Melakukan operasional pengamanan pelaksanaan Pemilu sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya:
a) Segenap jajaran Polri berada pada tingkat kesiapsiagaan tinggi, harus berada di tempat kerja masing-masing sesuai penugasannya.
b) Anggota disebar sesuai dengan derajat potensi kerusuhan di setiap wilayah yang sudah diidentifikasi sebelumnya, serta tempat-tempat yang berkaitan dengan Pemilu, seperti TPS, PPS, KPUD, sampai KPU.
c) Secara proaktif menjalin koordinasi dengan para pimpinan partai politik untuk menjaga ketertiban umum, dan fungsi intelijen terus ditingkatkan.
d) Jika ada kerusuhan, langsung segera ditangani dalam waktu sesingkat-singkatnya, langsung dilokalisir, dan tidak menyebar menjadi kerusuhan besar.
4) Kerjasama
a) Interdepartemen
Melanjutkan peningkatan koordinasi dengan sejumlah instansi terkait menyangkut penyelesaian kasus kejahatan, terutama kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat.
b) Internasional
(1) Melanjutkan peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dengan kepolisian dari negara lain di dunia untuk penanganan kejahatan transnasional.
(2) Melanjutkan dan memperluas jalinan kerjasama internasional yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme Polri Internal
1) Reformasi Struktural
a) Restrukturisasi Den 88/AT, Pangkalan Gerak Polair, Pembangunan INAFIS dan PUSIKNAS sudah operasional penuh.
b) Melanjutkan pembentukan satuan wilayah sesuai dengan pemekaran wilayah yang terjadi (jika ada).
c) Finalisasi usulan Struktur Polri yang baru.
d) Mengajukan usulan Struktur Polri yang baru kepada pemerintah.
2) Reformasi Instrumental.
a) Mematangkan persiapan pelaksanaan sistem remunerasi Polri yang baru, yang akan diimplementasikan di tahun 2010.
b) Melanjutkan pelaksanaan kerjasama di setiap kesatuan wilayah dan Mabes dengan berbagai pihak untuk peningkatan kesejahteraan personil Polri dalam hal perumahan, transportasi, dan kesehatan.
c) Melanjutkan penerapan sistem manajemen mutu dan manajemen kinerja yang baru diseluruh satuan kerja dan wilayah Polri. Diharapkan terjadi peningkatan secara terus-menerus bertitik tolak dari hasil evaluasi pelaksanaan di triwulan sebelumnya, dengan kurva semakin baik.
d) Meningkatkan pengawasan pelaksanaan rekrutmen, terutama untuk Bintara.
e) Melaksanakan implementasi peningkatan kapasitas Polri dalam melakukan penelitian dan pengembangan (Litbang) kepolisian. Indikator keberhasilan kegiatan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kepolisian ini adalah dengan secara reguler (misalnya triwulan) dapat dihasilkan pemikiran dan terobosan baru dalam meningkatkan fungsi kepolisian, yang kemudian dapat didiseminasi (melalui forum seminar, jurnal, ataupun media lainnya) dan diujicobakan di lapangan.
3) Reformasi Kultural
a) Menindaklanjuti pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Pakta Integritas di setiap kesatuan.
b) Melanjutkan penerapan standar budaya melayani dengan melakukan sosialisasi program pemberian penghargaan Sentra Pelayanan Kepolisian terbaik.
c) Mengumumkan Sentra Pelayanan Kepolisian terbaik dalam triwulan pertama pelaksanaan program penghargaan budaya melayani.
d) Mengadakan program pemilihan implementasi Polmas terbaik untuk FKPM, kemudian FKPM terbaik akan diumumkan setiap triwulan dan diakhir tahun akan diberikan penghargaan (award) kepada FKPM dengan pelaksanaan Polmas terbaik.
e) Melanjutkan persiapan implementasi Sistem Pendidikan Polri yang baru.
.
17. Rincian Program Kerja Triwulan Keempat (Juli 2009 – September 2009)
a. Eksternal
1) Pengamanan perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Menuntaskan pembangunan satuan wilayah kepolisian di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur.
2) Penanganan empat jenis kejahatan yang menjadi sasaran Prioritas.
Melanjutkan program pencegahan dan pemberantasan kejahatan prioritas yang telah dilakukan pada triwulan sebelumnya.
3) Pengamanan Pemilu
Melanjutkan operasional pengamanan pelaksanaan Pemilu, sama seperti triwulan sebelumnya.
4) Kerjasama
a) Inter Departemen
Melanjutkan peningkatan koordinasi dengan sejumlah instansi terkait menyangkut penyelesaian kasus kejahatan, terutama kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat.
b) Internasional
(1) Melanjutkan peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dengan kepolisian dari negara lain di dunia untuk penanganan kejahatan transnasional.
(2) Melanjutkan dan memperluas jalinan kerjasama internasional yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme Polri.
b. Internal
1) Reformasi Struktural
a) Restrukturisasi Den 88/AT, Pangkalan Gerak Polair, Pembangunan INAFIS dan PUSIKNAS sudah operasional penuh.
b) Melanjutkan pembentukan satuan wilayah sesuai dengan pemekaran wilayah yang terjadi.c) Mendapatkan persetujuan pemerintah untuk struktur organisasi Polri yang baru.
d) Menyiapkan implementasi struktur organisasi Polri yang baru.
2) Reformasi Instrumental
a) Mematangkan persiapan pelaksanaan sistem remunerasi Polri yang baru, yang akan diimplementasikan di tahun 2010.
b) Melanjutkan pelaksanaan kerjasama di setiap kesatuan wilayah dan Mabes dengan berbagai pihak untuk peningkatan kesejahteraan personil Polri dalam hal perumahan, transportasi, dan kesehatan.
c) Melanjutkan penerapan sistem manajemen mutu dan manajemen kinerja yang baru diseluruh satuan kerja dan wilayah Polri, sesuai dengan hasil evaluasi pelaksanaan pada triwulan sebelumnya.
d) Meningkatkan pengawasan pelaksanaan rekrutmen, terutama untuk Bintara di SPN.
e) Melanjutkan pelaksanaan implementasi peningkatan kapasitas penelitian dan pengembangan (Litbang) kepolisian, sehingga fungsi Litbang Polri dapat menjadi inisiator perubahan di lingkungan Polri, yang dapat menghasilkan praktek kepolisian terbaik dan peningkatan kinerja Polri.
3) Reformasi Kultural
a) Menindaklanjuti pengawasan dan evaluasi pelaksanaan pakta integritas di setiap kesatuan.
b) Melanjutkan penerapan Standar Budaya Melayani di seluruh Sentra Pelayanan Kepolisian sesuai dengan hasil evaluasi pelaksanaan pada triwulan sebelumnya.
c) Mengumumkan Sentra Pelayanan Kepolisian terbaik pada triwulan berjalan.
d) Melanjutkan program penerapan Polmas sesuai standar terbaik di seluruh FKPM yang ada, dan secara terus-menerus melakukan peningkatan sesuai hasil evaluasi pelaksanaan pada triwulan sebelumnya.
e) Mengumumkan FKPM terbaik dalam pelaksanaan Polmas pada triwulan berjalan.
f) Melanjutkan persiapan implementasi Sistem Pendidikan Polri yang baru.

V. PENUTUP

Dengan semakin besarnya tuntutan dan harapan dari masyarakat terhadap kinerja dan citra Polri serta dinamika perkembangan lingkungan, maka pelaksanaan program akselerasi utama menjadi tantangan bagi Polri, terutama untuk dapat mewujudkan hasil segera (quick wins} berupa berbagai langkah nyata perubahan dan peningkatan kinerja Polri, khususnya dalam hal reformasi kultural di internal Polri.
Untuk itu dituntut perhatian dan keseriusan dari seluruh jajaran Polri dalam menindaklanjuti dan memahami program ini yang merupakan penajaman dari Rencana Kerja Tahun 2008 dan Tahun 2009 yang memanfaatkan sisa waktu dua tahun dari tahap pertama Grand Strategi Poiri yakni pencapaian trust building. Dengan demikian program akselerasi ini disusun dengan memperhatikan dukungan anggaran yang telah diprogramkan dan diimplementasikan dengan baik oleh seluruh jajaran Poiri.
Dalam rangka menjamin keberhasilan program akselerasi secara konsisten dan berkesinambungan dilakukan analisa dan evaluasi per-triwulan. Mengingat program akselerasi ini merupakan ikhtiar bersama untuk mencapai dan mewujudkan Poiri yang mandiri, profesional, dan dipercaya masyarakat, maka seluruh anggota Poiri wajib untuk melaksanakannya secara baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UNDANG¬ UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008

TENTANG

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;

b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;

c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;

d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang­Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

M E M U T U S K A N:

Menetapkan : UNDANG­UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang­-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda­-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang­Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.

3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang­Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.

5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang­undangan.

6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi.

7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi informasi.

8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.

9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.

10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-­Undang ini.

11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang­Undang ini.

12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang­-Undang ini.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.

(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.

(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.

(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang­Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Undang­-Undang ini bertujuan untuk:

a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;

b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;

c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;

f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau

g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK

Bagian Kesatu

Hak Pemohon Informasi Publik

Pasal 4

(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang­-Undang ini.

(2) Setiap Orang berhak:

a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;

b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik;

c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang­Undang ini; dan/atau

d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang­undangan.

(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.

(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang­Undang ini.

Bagian Kedua

Kewajiban Pengguna Informasi Publik

Pasal 5

(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

Bagian Ketiga
Hak Badan Publik

Pasal 6

(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan.

(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. informasi yang dapat membahayakan negara;

b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;

c. informasi yang berkaitan dengan hak­hak pribadi;

d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau

e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik

Pasal 7

(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk

mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.

(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.

(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.

Pasal 8

Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang­undangan.


BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN

Bagian Kesatu

Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala

Pasal 9

(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala.

(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;

b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;

c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau

d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang­undangan.

(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.

(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

(5) Cara­cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.

Bagian Kedua

Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta­merta

Pasal 10

(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta­merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat

Pasal 11

(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:

a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;

b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;

c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;

d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;

e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;

f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;

g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau

h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang­Undang ini.

(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.

Pasal 12

Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:

a. jumlah permintaan informasi yang diterima;

b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi;

c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau

d. alasan penolakan permintaan informasi.

Pasal 13

(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:

a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan

b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.

(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.

Pasal 14

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang­Undang ini adalah:

a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;

b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;

c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;

d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;

e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;

f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;

g. kasus hukum yang berdasarkan Undang­Undang terbuka sebagai Informasi Publik;

h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip­prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;

i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;

j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;

k. perubahan tahun fiskal perusahaan;

l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;

m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau

n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang­Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.

Pasal 15

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam Undang­Undang ini adalah:

a. asas dan tujuan;

b. program umum dan kegiatan partai politik;

c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;

d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

e. mekanisme pengambilan keputusan partai;

f. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau

g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang­Undang yang berkaitan dengan partai politik.

Pasal 16

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam Undang­Undang ini adalah:

a. asas dan tujuan;

b. program dan kegiatan organisasi;

c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;

d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri;

e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;

f. keputusan­keputusan organisasi; dan/atau

g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang­undangan.

BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN

Pasal 17

Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:

a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:

1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;

2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;

3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana­rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;

4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau

5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.

b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;

c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:

  1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
  2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
  3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
  4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
  5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
  6. sistem persandian negara; dan/atau
  7. sistem intelijen negara.

d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;

e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:

  1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara;
  2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;
  3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
  4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
  5. rencana awal investasi asing;
  6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
  7. hal-­hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.

f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri :

1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;

2. korespondensi diplomatik antarnegara;

3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau

4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.

g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;

h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:

  1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
  2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
  3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
  4. hasil­hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
  5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.

i. memorandum atau surat­surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;

j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang­Undang.

Pasal 18

(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:

a. putusan badan peradilan;

b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak hukum;

c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;

d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;

e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;

f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau

g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila :

a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau

b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan­jabatan publik.

(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang­Undang dapat membuka informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.

(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.

(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.

(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.

(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Pasal 19

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang.

Pasal 20

(1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f tidak bersifat permanen.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI

Pasal 21

Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.

Pasal 22

(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis.

(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.

(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis.

(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima.

(5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.

(6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.

(7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan :

a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak;

b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;

c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;

d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan;

e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya;

f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau

g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.

(8) Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi.

BAB VII
KOMISI INFORMASI

Bagian Kesatu
Fungsi

Pasal 23

Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang­Undang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.

Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 24

(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.

(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.

(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Bagian Ketiga
Susunan

Pasal 25

(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.

(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap anggota.

(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi.

(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan suara.

Bagian Keempat
Tugas

Pasal 26

(1) Komisi Informasi bertugas :

a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang­Undang ini;

b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan

c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:

a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi;

b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan

c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang­Undang ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu­waktu jika diminta.

(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.

Bagian Kelima
Wewenang

Pasal 27

(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang:

a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa;

b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;

c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik;

d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan

e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi.

(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum terbentuk.

(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan.

(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan

Bagian Keenam
Pertanggungjawaban

Pasal 28

(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang bersangkutan.

(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.

(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat terbuka untuk umum.

Bagian Ketujuh

Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi

Pasal 29

(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi.

(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah.

(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi Informasi.

(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan.

(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.

(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 30

(1) Syarat­syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi:

a. warga negara Indonesia;

b. memiliki integritas dan tidak tercela;

c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih;

d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik;

e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik;

f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi Informasi;

g. bersedia bekerja penuh waktu;

h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; dan

i. sehat jiwa dan raga.

(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif.

(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat.

(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan.

Pasal 31

(1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan dan kelayakan.

(3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.

Pasal 32

(1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan kelayakan.

(3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota.

Pasal 33

Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya.

Pasal 34

(1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk ditetapkan.

(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:

a. meninggal dunia;

b. telah habis masa jabatannya;

c. mengundurkan diri;

d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara;

e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut­turut; atau

f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi.

(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.

(4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.

(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi pada periode dimaksud.

BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI

Bagian Kesatu

Keberatan

Pasal 35

(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan berikut:

a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;

b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;

c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;

d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;

e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;

f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau

g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang­Undang ini.

(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak.

Pasal 36

(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).

(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis.

(3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh bawahannya.

Bagian Kedua

Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi

Pasal 37

(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak memuaskan Pemohon Informasi Publik.

(2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2).

Pasal 38

(1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik.

(2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.

Pasal 39

Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui Mediasi bersifat final dan mengikat.

BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI

Bagian Kesatu
Mediasi

Pasal 40

(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela.

(2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g.

(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi.

Pasal 41

Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan sebagai mediator.

Bagian Kedua
Ajudikasi

Pasal 42

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan.

Pasal 43

(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal.

(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum.

(3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen­dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup.

(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Bagian Ketiga

Pemeriksaan

Pasal 44

(1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Komisi Informasi memberikan salinan permohonan tersebut kepada pihak termohon.

(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan.

(3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi dapat memutus untuk mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun tertulis.

(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

Bagian Keempat
Pembuktian

Pasal 45

(1) Badan Publik harus membuktikan hal­hal yang mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak dapat memberikan informasi dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35 ayat (1) huruf a.

(2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya apabila Pemohon Informasi Publik mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g.

Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi

Pasal 46

(1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini:

a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi Informasi; atau

b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

(2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini:

a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang­Undang ini;

b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang­Undang ini; atau

c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi.

(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut informasi yang dikecualikan.

(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.

(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.

BAB X

GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI

Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan

Pasal 47

(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara.

(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 48

(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut.

(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat tertutup.

Pasal 49

(1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisi salah satu perintah berikut:

a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:

1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik; atau

2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.

b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:

1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau

2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.

(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah berikut:

a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang­Undang ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang­Undang ini;

b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau

c. memutuskan biaya penggandaan informasi.

b. Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.

Bagian Kedua
Kasasi

Pasal 50

Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 51

Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 52

Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta­merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang­Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 53

Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pasal 54

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

Pasal 55

Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 56

Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang­Undang ini dan juga diancam dengan sanksi pidana dalam Undang­Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang­Undang yang lebih khusus tersebut.

Pasal 57

Tuntutan pidana berdasarkan Undang­Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum.

BAB XII
KETENTUAN LAIN­LAIN

Pasal 58

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang­Undang ini.

Pasal 60

Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang­Undang ini.

Pasal 61

Pada saat diberlakukannya Undang­Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan Undang­Undang.

Pasal 62

Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya Undang­Undang ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63

Pada saat berlakunya Undang-­Undang ini semua peraturan perundang­-undangan yang berkaitan dengan perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang­-Undang ini.

Pasal 64

(1) Undang­Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan.

(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana, serta hal­hal lainnya yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Undang­Undang ini harus rampung paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang­Undang ini diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 30 April 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 April 2008